Pengaruh Perjamuan
Kudus Dalam Pertumbuhan Gereja Tiberias Indonesia
BAB I
Latar Belakang Masalah:
Di
dalam wikipedia di jelaskan bahwa Sakramen adalah ritus Agama Kristen yang
menjadi perantara (menyalurkan) rahmat ilahi. Kata 'sakramen' berasal dari Bahasa
Latin sacramentum yang secara harfiah berarti "menjadikan suci".
Salah satu contoh penggunaan kata sacramentum adalah sebagai sebutan untuk
sumpah bakti yang diikrarkan para prajurit Romawi; istilah ini kemudian
digunakan oleh Gereja dalam pengertian harfiahnya dan bukan dalam pengertian
sumpah tadi.Sakramen di lakukan baik oleh gereja Katolik maupun gereja
Protestan.Sakramen Katolik Gereja-Gereja Katolik, Ortodoks Timur, Ortodoks
Oriental, Assyria, Anglikan, Methodis, dan Lutheran yakin bahwa sakramen-sakramen
bukan sekedar simbol-simbol belaka, melainkan "tanda-tanda atau
simbol-simbol yang mengeluarkan apa yang dilambangkannya", jadi,
sakramen-sakramen, di dalamnya dan dari padanya, yang dilayankan dengan benar,
digunakan Allah sebagai sarana untuk mengkomunikasikan rahmat bagi umat beriman
yang menerimanya.
Dalam
tradisi Kekristenan Barat, sakramen kerap diartikan sebagai tanda yang
terlihat, yakni kulit luar yang membungkus isinya, yaitu rahmat rohaniah
(walaupun tidak semua sakramen diterima semua Gereja sebagai sakramen). Ketujuh
sakramen adalah Pembaptisan, Krisma (atau Penguatan), Ekaristi (Komuni), Imamat
(Pentahbisan), Rekonsiliasi (atau Pengakuan Dosa), Pengurapan orang sakit
(Minyak Suci), dan Pernikahan. Kebanyakan dari sakramen-sakramen ini digunakan
sejak masa apostolik dalam Gereja, tetapi perkawinan, misalnya, baru diakui
sebagai suatu sakramen pada abad pertengahan. Beberapa Gereja tidak menganggap
beberapa dari sakramen di atas sebagai sakramen. Beberapa Gereja yang lain,
misalnya Gereja Anglikan dan Kaum Katolik-Lama (bukan Gereja Katolik),
menganggap dua sakramen ketuhanan dalam Injil, yaitu Pembaptisan dan Ekaristi,
sebagai
1
"sakramen-sakramen
yang diperintahkan, yang mendasar, dan yang utama, yang dianugerahkan bagi
keselamatan kita,
"
serta menganggap kelima ritus sakramental lainnya sebagai
"sakramen rendah" yang merupakan
turunan dari kedua sakramen utama tadi.
Sudah
jelas bahwa Gereja-Gereja, denominasi-denominasi, dan sekte-sekte Kristen tidak
sepaham dalam hal jumlah dan pelaksanaan sakramen, namun umumnya
sakramen-sakramen diyakini telah dilembagakan oleh Yesus. Pihak yang tidak
percaya pada teologi sakramental menyebut ritus-ritus tersebut — atau
setidak-tidaknya ritus-ritus yang mereka gunakan — terutama pembaptisan dan
Komuni, sebagai "ordinansi." Sakramen-sakramen biasanya dilayankan
oleh klerus bagi satu atau lebih penerima, dan umumnya difahami melibatkan
unsur-unsur yang terlihat dan yang tak terlihat. Unsur yang tak terlihat (yang
bermanifestasi di dalam diri) dianggap terjadi berkat karya Roh Kudus, rahmat
Allah bekerja di dalam diri para penerima sakramen, sedangkan unsur yang
terlihat (atau yang tampak dari luar) meliputi penggunaan benda-benda seperti
air, minyak, roti, serta roti dan anggur yang diberkati atau dikonsekrasi;
penumpangan tangan; atau suatu kaul(sumpah) penting tertentu yang ditandai
dengan suatu pemberkatan umum (seperti pada pernikahan dan absolusi).
Sedangkan
di dalam Gereja Protestan Bagi Gereja Protestan, kata "menjadi
perantara" atau "menyalurkan" digunakan hanya dengan pemahaman
bahwa sakramen adalah suatu simbol atau peringatan yang terlihat dari rahmat
yang tak terlihat. Gereja-Gereja Pentakosta klasik, kaum Injili, Nazarin dan
Fundamentalis, menganut suatu bentuk imamat yang unik. Karena alasan ini,
kebanyakan dari mereka lebih suka menggunakan istilah “Fungsi Imamat” atau
“Ordinansi”. Keyakinan ini menjadikan ordinansi efektif dalam hal ketaatan dan
partisipasi orang-orang percaya serta kesaksian pimpinan dan anggota jemaat.
Cara pandang ini bersumber dari pengembangan konsep "imamat setiap orang
percaya". Kegiatan ordinansi lebih ditekankan peran imamat dari pada peran
sakramentalnya sehingga ordinansi lebih dipandang sebagai suatu tindakan
pengorbanan yang dipersembahkan oleh orang-orang percaya dari pribadinya
masing-masing, dari pada sebagai suatu ritual yang mengandung kuasa sendiri.
2
Perjamuan
Kudus merupakan salah satu sakramen yang di percaya baik di dalam Gereja
Katolik maupun di dalam Gereja Protestan.Dan pemahaman tentang Perjamuan Kudus
ini pun berbeda-beda.Bahkan di kalangan para teolog sendiri pun masalah
Perjamuan Kudus menjadi perdebatan.Dan bahkan sampai saat ini masalah Perjamuan
Kudus tetap menjadi perdebatan tidak hanya di kalangan para pendeta-pendeta dan
para teolog-teolog tetapi juga di kalangan kaum awam,masalah ini menjadi
perdebatan.Perdebatan terjadi di karenakan perbedaan doktrin yang di pegang
oleh masing-masing orang tentang Perjamuan Kudus.
Perjamuan
Kudus merupakan salah satu sakramen yang penting di dalam Gereja-Gereja Katolik
dan Protestan di seluruh belahan dunia dan juga tentunya di Indonesia
sendiri.Contohnya di dalam salah satu Gereja terbesar di Indonesia yaitu Gereja
Tiberias Indonesia.Sakramen tersebut sangat Penting dan bahkan di lakukan di
setiap acara ibadah yang dilakukan oleh Gereja Tiberias Indonesia.Pentingnya
tentang Perjamuan Kudus ini dapat di lihat dari setiap khotbah yang di bawakan
oleh para pendeta-pendeta di Gereja Tiberias khususnya Gembala Sidang Gereja
Tiberias Indonesia Pdt.DR.Yesaya Pariadji.
Beliau selalu menekankan tentang pentingnya Perjamuan Kudus dalam kehidupan
kita.
Perjamuan Kudus sangat berati di dalam Gereja Tiberias Indonesia,bahkan
mempengaruhi pertumbuhan Gereja Tiberias Indonesia.
Penulis menyimpulkan bahwa Perjamuan Kudus merupakan salah satu sakramen yang
penting di dalam Gereja,baik itu Gereja Katolik atau pun Gereja Protestan
khususnya di dalam Gereja Tiberias Indonesia dan pengaruh dari Perjamuan Kudus
di dalam Pertumbuhan Gereja Tiberias Indonesia
Tujuan Penulisan
Penulis
berharap agar para pembaca mengetahui pentingnya dan mengetahui tentang arti
dan makna dari sakramen Perjamuan Kudus dan bagaimana Perjamuan Kudus dapat
mempengaruhi pertumbuhan Gereja,khusunya dalam pertumbuhan Gereja Tiberias
Indonesia
3
Perumusan masalah
Penulis
merumuskan masalah yang terjadi secara umum dan khusus,dengan hal latar
belakang yang sedang terjadi:
3.1.
Pengertian Perjamuan Kudus
3.2.Pandangan
Theologis tentang Perjamuan Kudus
3.3.Pengertian
Gereja
3.4.Hakekat
Gereja
3.5.Pertumbuhan
Gereja di dunia
3.6.Pertumbuhan
Gereja di Indonesia
BAB II
Tinjaun Teoritis
Terhadap Pengaruh Perjamuan Kudus Dalam Pertumbuhan Gereja Tiberias Indonesia
1.Pengertian Perjamuan
Kudus
Perjamuan
Kudus merupakan Sakramen di dalam Gereja Katolik dan juga di dalam Gereja
protestan.
Apakah pengertian dari Sakramen itu?
Menurut Wikipedia Sakramen
adalah ritus Agama Kristen yang menjadi perantara (menyalurkan) rahmat ilahi.
Kata 'sakramen' berasal dari Bahasa Latin sacramentum yang secara harfiah
berarti "menjadikan suci". Salah satu contoh penggunaan kata
sacramentum adalah sebagai sebutan untuk sumpah bakti yang diikrarkan para
prajurit Romawi; istilah ini kemudian digunakan oleh Gereja dalam pengertian
harfiahnya dan bukan dalam pengertian sumpah tadi.Sakramen di lakukan baik oleh
gereja Katolik maupun gereja Protestan.
Didalam
buku Perjamuan Malam karangan Dr.J.L.Ch.Abineno beliau memberikan beberapa
catatan pendek tentang Sakramen
menurut ajaran Zakharias Ursinus(dan Katekismus Heidelberg)
Dalam penjelasannya tentang Minggu ke-XXV dari Katekismus Heidelberg – antara
lain dikatakan:ada dua alat yang dipakai oleh Roh Kudus untuk menanamkan dan
menguatkan iman dalam hati kita,yaitu:
1.Pemberitaan Firman Allah, yang mengajar
kita tentang kehendak Allah yang rahmani dan tentang apa yang harus kita
perayai.
2.Pelayanan
Sakramen, Oleh pemberitaan Firman Allah,Roh Kudus menanamkan iman di dalam hati
kita.Iman ini dipelihara dan dikuatkan oleh pelayanan(dan”penggunaan”) sakramen.
Menurut
Ursinus pemberitaan Firman Allah sama seperti sepucuk surat yang terbuka dan
sakramen-sakramen sama seperti meterai-meterai yang digantungkan pada surat
itu.Surat itu – demikian Ursinus selanjutnya-ialah Firman Allah,yang intinya
terdapat dalam pengakuan Iman rasuli.Sakramen-sakramen adalah meterai-meterai
iman,yang digantungkan pada Firman Allah.Tetapi mungkin kita bertanya:Apakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan
sakramen? Kata Latin “sacramentum” dapat berarti:
1. Suatu
jumlah uang yang pada waktu dahulu – pada waktu orang-orang Romawi kafir –
diletakkan oleh partai-partai (= pihak-pihak) yang bertaruh, di suatu tempat
suci atau pada imam kepala mereka,dengan ketentuan,bahwa siapa yang memenangkan
pertaruhan itu,dapat mengambil kembali uang taruhan itu seluruhnya,tetapi siapa
yang kalah,harus meninggalkan uan taruhannya di situ untuk perbendaharaan kuil
(=”sacrum”). Uan taruhan itu disebut “sacramentum”, semacam “jaminan suci”.
2. Suatu
sumpah suci dari prajurit-prajurit Romawi.Oleh sumpah itu mereka menyatakan
kesetiaan mereka (sebagai orang-orang yang disucikan) kepada komandan
mereka.Sesuai dengan arti ini separuh ahli mengatakan, bahwa hal-hal
(=”upacara-upacara lahiriah”) yang ditetapkan oleh Allah,adalah
sakramen-sakramen. Sebab sama seperti
prajurit-prajurit Romawi menyatakan kesetiaan mereka kepada komandan mereka
oleh sumpah mereka, demikian pula orang-orang percaya (= Jemaat) menyatakan
iman mereka kepada Kristus,Pemimpin mereka, oleh sakramen-sakramen sebagai
sumpah mereka di hadapan Allah dan manusia.
Pandangan
ini tidak disetujui oelh ahli kitab-kitab lain.Menurut mereka penggunaan kata
“sakramen” berasal dari terjemahan lama dari Perjanjian Baru dalam bahasa
Latin.Di situ kata Yunani “Mysterion” diterjemahkan dengan kata Latin
“sacramentum” . Oleh terjemahan ini kata “sakramen” diintrodusir dalam hidup
dan pelayanan Jemaat.
Kata
“mysterion” berasal dari kata “myeo”, yang berarti: mengajar tentang hal-hal
yang rahasia.Dan “myeo” berasal dari kata “myo”,yang berarti:menutup, yaitu
menutup mulut (dan bibir).Sebab orang-orang yang diajari tentang hal-hal yang
rahasia,dan yang ditahbiskan dalam hal-hal yang rahasia itu,harus menutup mulut
mereka dan memelihara apa yang dipercayakan kepada mereka sebagai suatu
“mysterion” (= rahasia).
Yang
dimaksudkan dengan “mysterion” ialah rahasia,atau hal yang dirahasiakan,yang
mempunyai arti yang tidak diketahui orang,kecuali mereka yang memperoleh
pengajaran tentang hal itu.Sesuai dengan arti ini Theolog-theolog di Eropa-Barat menggunakan kata “sacramentum” untuk
suatu tanda suci (= kudus),yang mempunyai arti yang rahasia,yang hanya
diketahui oleh orang-orang percaya yang telah memperoleh pengajaran tentang
hal-hal pokok dari Iman Kristen. Menurut theolog-theolog ini Allah menghendaki,
supaya dalam Jemaat selalu ada tanda-tanda yang demikian, yang Ia gunakan utuk
menyatakan iman dan ketaatannya kepada Allah.
Tetapi
dalam praktik sakramen tidak selalu
sama di artikan oleh para theolog. Dalam karya mereka sakramen diartikan atas
jalan yang berbeda-beda. Ada theolog yang menafsirkannya dalam arti yang
sesungguhnya sebagai upacara-upacara lahiriah. Ada juga yang menafsirkannya
sebagai isi atau materi dari tanda-tanda yang lahiriah. Dan akhirnya ada juga
yang menggabungkan kedua arti itu: sebagai tanda-tanda yang lahiriah dan
sekaligus sebagai hal yang ditandai.Demikianlah ari kata sakramen.
Apakah Perjamuan
Kudus itu?
Perjamuan Kudus, Perjamuan Suci, Perjamuan Paskah, atau Sakramen Ekaristi
adalah salah satu sakramen yang diadakan Kristus menurut Alkitab.
Istilah "ekaristi" yang berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, yang
berarti berterima kasih atau bergembira, lebih sering digunakan oleh gereja
Katolik, Anglikan, Ortodoks Timur, dan Lutheran, sedangkan istilah perjamuan
kudus (bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan.
Perjamuan Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno.
Apakah
Makna Perjamuan Kudus?
Pada
umumnya orang Kristen percaya bahwa mereka diperintahkan Yesus untuk mengulangi
peristiwa perjamuan ini untuk memperingatinya ("... perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku!" - 1 Kor. 11:24, 25).
Namun berbagai aliran Gereja Kristen memberikan pengertian yang berbeda-beda
pula terhadap sakramen ini. Gereja Katolik Roma menekankan arti perjamuan kudus
sebagai sarana keselamatan bagi umat.
Gereja-gereja Protestan umumnya lebih menekankan perjamuan sebagai peringatan
akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia..
Lebih dalam ketika perjamuan kudus, Gereja Katholik membagikan tubuh Kristus
dalam rupa roti yang disebut KOMUNI. Makna penerimaan komuni adalah merujuk
kepada parsitipasi umat dalam peristiwa karya penebusan Tuhan yag dihadirkan
pada waktu Doa Syukur Agung yang dibawakan oleh Imam. Komuni atau Hosti Suci
yang umat terima akan menghubungkan dan memasukkan umat kedalam karya penebusan
Tuhan itu.
Elemen
Perjamuan Kudus
Seperti
halnya pada perjamuan Yesus yang terakhir sebelum Dia disalibkan, umat Katholik
bersama-sama memakan roti dan meminum angggur setiap periode khususnya pada
saat Perayaan Misa Kudus. Di
kalangan Gereja Katolik Roma, roti yang digunakan dibuat khusus tanpa ragi
(hosti), sementara anggur tidak diberikan kepada umat.
Roti
yang digunakan untuk Perayaan Ekaristi harus tidak beragi, masih baru, belum
basi, dan seluruhnya terbuat dari gandum tanpa campuran apapun dari bahan lain,
tetapi tentu saja menggunakan air untuk proses pengolahannya.
Anggur
yang digunakan untuk Perayaan Ekaristi haruslah anggur yang masih alamiah,
berasal dari buah anggur murni, tidak masam, dan tidak bercampur dengan bahan
lain. Ditekankan secara jelas oleh Gereja Katholik bahwa dengan syarat-syarat
tersebut, maka anggur obat atau anggur apa pun yang dijual di toko-toko umum
tidak boleh digunakan untuk Perayaan Ekaristi
Guna
Dari Sakramen Perjamuan Kudus
Sebagai
dorongan bagi kita untuk secara periodik menilai diri (self correction) dalam
arti, mengadakan koreksi atas hati dan pikiran kita, karena syarat untuk dapat
ikut dalam perjamuan kudus ialah bahwa kita harus membersihkan hati dan pikiran
kita sedemikian rupa sehingga keikutan kita makan roti dan minum anggur dari
cawan Perjamuan Kudus itu adalah dalam keadaan rohani yang layak dan iman yang
tidak ragu-ragu (1 Korintus 11:28-29)
2.Perjamuan Kudus dalam PL dan PB
Lambang
dalam Perjanjian Lama:
A.
Setelah Baraham
mengalahkan raja Kedorlaomer dkk, maka Melkisedek,raja Salem dan imam Allah
yang maha tinggi membawa kepadanya roti dan anggur, lalu ia memberkati Abraham.
Kemudian Abraham memberi kepada Melkisedek 10% dari segenap miliknya.
Melkisedek adalah bayangan Tuhan Yesus,Raja damai dan Imam Maha Besar yang
kekal,yang memberi tubuh dan darah-Nya bagi semua orang yang percaya dan hidup
dalam kemenangan. Semua anak Tuhan yang di berkati Tuhan pun mengembalikan
perpuluhan kepada Tuhan.
B.
Allah melepaskan Bangsa
Israel dari penjajahan bangsa Mesir melalui perjamuan Paskah. Seekor anak domba
berumur satu tahun yang disimpan empat hari lamanya harus disembelih.Darahnya
diambil dan di gosok pada ambang dan jenjang pintu. Dagingnya harus dipanggang
dan kemudian dimakan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit.Itulah
paskah Tuhan.Pada malam itu Tuhan membunuh semua ank sulung bangsa Israel
dengan Kuasa-Nya yang ajaib (Kel. 12:1-28). Anak domba Paskah itu melambangkan
Tuhan Yesus,Anak Domba Allah yaang mati tersalib karena mengangkut dosa seisi
dunia (Yoh. 1:29). Darah-Nya harus tertumpah untuk menghapuskan segala dosa
kita (Ibr. 9:26-28). Roti yang tidak beragi membayangkan kehidupan Kristus yang
suci sempurna yang telah dikorbankan untuk keselamatan semua orang yang
percaya.
C.
Di atas gunung
Sinai,Allah mengadakan perjanjian-Nya dengan bangsa Israel.
Musa,Harun,Nadab,Abihu dan 70 kepala suku bangsa Israel di panggil Tuhan
menghadap dia.Hanya Musa sendiri yang boleh menghadap Tuhan utnuk menerima
Firman-Nya.Setelah disampaikan Musa,firman Tuhan kepada bangsa Israel, maka
mereka akan berjani: “segala Firman Tuhan akan kami lakukan dan kam dengarkan”.
Kemudian Musa mengambil darah korban bakarandan memercikkan kepda bangsa Israel
serta berkata: “Inilah darah perjanjian yang diadakan Tuhan dengan
kamu,berdasarkan Firman ini.” Pada Hari itulah bangsa Israel “melihat Allah”
(Kel. 24:1-11; Ibr. 9:18-28).Perjanjian yang pertama dengan bangsa Israel ini
membayangkan perjanjian Allah didalam Kristus dengan seluruh dunia ini,oleh
sebab itu ada perjamuan Kudus yag pertama Kristus berkata: “Inilah darahKu
darah perjanjian,yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampuna dosa(Mat.
26-28)
D.
Untuk memelihara bangsa
Israeal 40 tahun di padang pasir Allah memberikan manna yang turun dari langit
setipa hari, kecuali hari sabat.Tidak ada makanan lain yang ada hanya Manna
saja.(kel.16:1-36). Manna ini yang warnanya putih seperti ketumbardan rasanya
seperti kue madu disebutkan juga “gandum fari langit” dan “Roti Malaikat”
(Mzm.78:24-25).Manna ini membayangkan Tuhan Yesus,roti Hidup yang datang dari
Surga ke dalam dunia ini untuk memberi hidup yang kekal kepada barnag siapa
yang percaya kepada-Nya (yoh. 6:25-29). Bagi bangsa Israel juga telah
ditetapkan,bahwa untuk mendapatkan pengampunan dosa,mereka harus membawa korban
darah diatas mezbah Tuhan(Imamat 17:11). Inilah jalan penebusan dosa yang
satu-satunya karena jiwa yang berdosa harus ditebus dengan jiwa makhluk yang
ada di dlam darah. Darah semua binatang yang dikorbankan itu pun membayangkan
darah Yesus yang tertumpahkan di atas kayu salib untuk menebus dosa seisi dunia
(1Yoh. 1:7)
Penggenapan
dalam Perjanjian Baru
Apa
yang dibayangka dalam PL diwujudkan oleh Kristus dalam PB.Tuhan Yesus berkata:
“Aku datang untuk menggenapkan Hukum Turat”. (Mat.5:17)
Dan lagi “harus digenapi semua ada yang tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat
Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Luk.24:44). Ketika bersaksi dari
hal Tuhan Yesus,Yohanes Pembaptis berkata: “Lihatlah Anak Domaba Allah yang menghapus
dosa seisi dunia!(Yoh. 1:29). Tuhan Yesus sendiri mengatakan: “Anak Manusia
datang bukan untuk dilayani,melainkan untuk melaani dan utnuk memberikan
nyawa-Nya(darah-Nya) menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat.20:28). Kalau Ia
menyembuhkan segala orang sakit dan mengusir semua roh-roh jahat yang
menyebabkan penderitaan manusia,maka itu terjadi supaya genaplah Firman Allah
yang telah disampaikan oelh Nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita
dan menanggung penyakit kita” (Yes.53:4;Mat.8:17)
Rasul Paulus
terangkan bahwa Kristus Yesus mati karena segala dosa kita dan Ia bangkit untuk
membenakan kita (Rm.4:25;2 Kor.5:21). Sebab itu Tuhan Yesus berkata: “Akulah
roti hidup yang telah turun dari Surga.Jikalau seorang makan dari ini, ia akan
hidup selama-lamanya.... sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak
Manusia dan minum darah-Nya,kamu tidak mempunya hidup didalam
dirimu.Barangsiapa makan daging-Ku,Ia tinggal di dalam Aku dan Aku didalam
dia”(Yoh.6:51,54,56). Jelas kalau kita percaya dalam korba grafirat Tuhan Yesus
di atas salib,maka kita menerima hidup yang kekal,karen kita menjadi satu
dengan Dia.Kita akan mendapatkan kelepasan dari kuasa dosa,dunia dan setan.
Kita akan masuk dalam Perjanjian Allah yang kekal. Kita akan diberkati Tuhan dengan
limpah dalam kehidupan sehari-hari dan hidup dalam damai sejahtera karena
Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita adalah sumber kehidupan dan bekat
kita selama-lamanya (Kol.3:3-4)
3.Pandangan Perjamuan Kudus Menurut Para Reformator
Menurut ajaran Luther, untuk dapat
merayakan Perjamuan Kudus dengan baik – katanya – perlu diperhatikan dua
hal,yaitu penyesalan dan percaya.Di samping itu ia – dalam khotnahnya itu –
sangat kuat menekankan “kesatuan orang-orang percaya”. Kesatuan ini ia sebut
“kesatuan hati” (= unitas cordium). Ia menasihatkan, supaya anggota-anggota
Jemaat membuang segala permusuhan dan kebencian yang terdapat diantara mereka:
“Kita harus sehati dan sejiwa,kalau kita pergi ke Perjamuan Malam.” Dalam
perayaan Perjamuan Kudus ia sebut suatu “persekutuan” (= communio).
Pada tahun 1519
Luther menulis tiga buah semon.Salah satu diantaranya berkata-kata tentang
Perjamuan Kudus. Di situ ia mengingatkan, bahwa sakramen adalah suatu tanda.
Tanda itu lahiriah, isi atau apa yang ditandai (= res) batiniah dan rohani.
Tiap-tiap pengunjung perayaan Perjamuan Kudus sebenarnya harus menerima roti
dan anggur. Dalam Gereja Katolik Roma tidak demikian. Di situ sakramen di
bagi,dihancurkan:para imam menerima roti dan anggur,tetapi anggota-anggota
jemaat (= awam) hanya menerima roti. Hal ini tidak benar! Sebab Perjamuan Kudus
– seperti yang telah kita dengar – adalah suatu “communio”.
Untuk menjelaskan apa yang ia maksud dengan “communio” ia memakai suatu kiasan.
Ia katakan,bahwa sama seperti suatu kota atau suatu bangsa adalah suatu
persekutuan (= suatu tubuh), demikian pula orang-orang percaya adalah
anggota-anggota dari Kristus dan dari Gereja, yang adalah suatu kota Allah:
suatu kota Allah yang rohani dan kekal. Siapa yang menjadi warga dari Kota
Allah, ia juga menjadi anggota dari persekutuan orang-orang percaya, yang
merupakan dari tubuh rohani dari Kristus. Mengeluarkan seorag anggota dari
Gereja sebagai persekutuan berarti: mengekskomunikasikan,mengucilkan dia.
Demikian pula halnya dengan “Communio”, kata Luther: menerima roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus tidaklah lain dari pada
menerima suatu tanda pasti dari persekuuan ini, yaitu persekutuan antara
Kristus dan orang-orang percaya. Bukankah kita semua,menurut Rasul Paulus,
adalah satu roti dan satu tubuh (1 Kor 10:17)? Bagi Luther “communio”atau
persekutuan Perjamuan Kudus sangat penting.Ia mendapat tempat yang sentral
dalam theologinya. Dalam “communio” tiap-tiap orang, yang merayakan Perjamuan
Kudus, menerima segala pemberian rohani dari Kristus. Sebaliknya juga tiap-tiap
orang yang merayakan Perjamuan Kudus, mendapat bagian dalam segala penderitaan
hidup dan dalam segala dosa dari orang-orang percaya lainnya.
Kalau kita
menerima sakramen ini – kata Luther – Allah seolah-olah berkata kepada kita:
Lihat,kamu dicobai oleh rupa-rupa dosa. Terimalah tanda ini, yang Aku gunakan
untuk menyatakan janjiKu kepada kamu,yaitu bahwa dosa bukan saja menyiksa dan
menyakiti kamu, tetapi menyiksa dan menyakiti juga AnakKu Yesus Kristus dan
segala orang percaya.Karena itu hiburkanlah
dirimu, sebab dalam perjuangan ini kamu tidak sendiri, tetapi dikelilingi oleh
banyak pertolongan dan bantuan!”
Luther percaya
bahwa Roti dan Anggur tidak berubah menjadi daging dan darah Kristus, namun
secara misterius, orang yang makan Perjamuan Kudus melalui mulutnya,telah
menerima daging dan darah Kristus secara sungguh.Inilah suatu rahasia yang tak
dapat diterangkan
Zwingli
Zwingli mula-mua bekerja sebagai pastor Gereja Katolik Roma di Glarus. Kemudian
– sejak tahun 1516 – ia pindah dan bekerja di Maria Einsiedeln, suatu
tempat-ziarah yang banyak dikunjungi orang. Disamping karya-karya Erasmus
(seorang humanis Belanda), yang ia pelajarai dengan teliti, ia juga banyak
membaca Perjanjian Baru (dalam bahasa Yunani). Oleh kegaitan ini ia mulai
menyangsikan kebenaran ajaran Gereja Katolik Roma tentang Perjamuan Malam.
Tetapi kesnagsian ini belum berhasil memipinnya sampai ke reformasi. Hal itu
baru terjadi Thaun 1519, waktu ia pindah dan bekerja di Zurich. Di situ ia
makin sadar, bahwa apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma pada waktu itu
tidak benar. Untuk dapat memberitakan Firman secara teratur di situ, ia
menghapus “lectio selecta” (= sistem perikop yang
digunakan sampai pada waktu itu) dan menggantikannya dengan “lectio continua”.
Sementara itu pengetahuannya tentang reformasi semakin bertambah luas. Hal itu
turut disebabkan oleh karangan-karangan Luther yang ia peroleh dan baca. Tetapi dalam perkembangannya ia tidak
bergantung pada Luther. Ia berkembang secara mandiri. Penting kita ketahui,
bahwa ia – dalam hidup dan pekerjaanya - terutama dibentuk oleh humanisme, sedangkan Luther
- lebih banyak bergumul dengan skolastik
dari abad-abad pertengahan.
Zwingli tidak
merahasiakan pendapat-pendapatnya yang bersifat reformatoris. Malahan
sebaliknya: ia mengumumkannya secara terbuka diatas mimbar. Dalam
khotbah-khobah dan pengajarannya ia membuat aplikasi-aplikasi yang aktual dan
konkrit. Ia menarik konklusi untuk nisbah-nisbah gerejawi, politik dan
ekonomis, baik di Zurich, maupun di Swiss dan Eropa. Ia mempunyai suatu
“outlook” yang luas. Ia bukan saja mengritik Gereja dan tradisinya, ia juga
tidak segan-segan mengkritik pemerintah (= negara)
Pada waktu itu,
banyak orang yang tidak setuju terhadap kritik Zwingli, tetapi ia tidak mundur.
Ia katakan: “Kalau nabi tidak dapat lagi mengatakan kebenaran dalam Jemaat,
maka baiklah orang menggantikannya dengan seorang pemain seruling, sebab kita
semua suka mendengarkannya dan tidak seorangpun yang marah”
Pada tahun 1520
ia memutuskan hubungannya dengan Gereja Katolik Roma dan tidak mau menerima
gaji lagi dari Paus. Hubungannya dengan Uskup di Konstanz masih terus
berlangsung beberapa lamanya. Tetapi pada tahun 1522 ia – dengna resmi –
mengumumkan dari mimbar, bahwa ia sejak hari itu (= 10 Oktober) meletakkan
jabatannya sebagai imam Gereja Katolik Roma.
Segera sesudah
ia dingakat menjadi pendeta di Zurich oleh Dewan Kota, ia mengusulkan supaya patung-patung dikeluarkan dari gedung-gedung
gereja. Hal itu terjadi dalam suatu “percakapan-agamaniah”, yang
diselenggarakan oleh Dewan Kota pada tahun 1523. Semua orang yang hadir pada
waktu itu (kira-kira 900 orang) menyetujui usul Zwingli, sekalipun hanya dengan
kata-kata: “rupanya benar demikian” atau: “saya tidak berkeberatan terhadap
Injil”. Sungguhpun demikian persetujuan atau keputusan itu baru dilaksanakan
pada tahun 1524.
Luther tidak
senang dengna perbuatan Zwingli itu. Ia sama-sekali tidak menghargai “perusakan
patung-patung” di Zurich. Ia menyebutnya “Radikalisme Injili” yang lebih
legalitas dari pada kebiasaan Gereja Katolik Roma. Zwingli menolak tuduhan itu
dengan mengatakan: “Siapa yang memelihara patung-patung (dalam gedung-gereja)
mengalihkan perhatian Jemaat kepada Allah yang hidup. Biasanya manusia
menyerahkan diri pada hal-hal yang dapat dicapai oleh perasaannya. Orang
percaya mengalami, bahwa Allahnya adalah Allah yang tidak nampak dan yang tidak
terdiri dari patung-patung”
Dari ucapankedua
reformator ini kita telah dapat melihat pertentangan mereka yang hebat
dikemudian hari. Luther mempersalahkan Zwingli, bahwa ia menyangkal elemen yang
irasional dalam penyataan Allah dan menolak apa yang tidak dapat dipahami oleh
rasionya. Ia – menurut Luther – membuat rasio menjadi norma dan hakikat dari
perbuatan Allah.
Perbedaan
pendapat antara Luther dan Zwingli ini menajam dalam ajaran mereka tentang
Perjamuan Kudus. Luther bertolak dari kehadiran Kristus yang sesungguhnya di
dalam roti dan anggur,tetapi bagaimana hal itu terjadi dan mengapa, ia tidak
dijelaskan. Baginya hal itu adalah suatu rahasia (= mysterium) Allah. Zwingli
sebaliknya hanya dapat menerima kehadiran Kristus di dalam Perjamuan Kudus
dalam arti rohani. Dalam roh manusia Kristus hadir oleh percaya.
Perbedaan
pendapat ini rupanya juga – seperti yang dikatakan oleh para ahli – mempunyai
hubungan dengan tipe mereka yang berbeda. Luther
hidup dalam suatu tradisi yang aman dari suatu negara yang bersifat absolut (=
mutlak). Untuk rakyat biasa ia tidak mempunyai rasa hormat. Rakyat harus
taat kepada atasan mereka dalam Gereja dan dalam negara, dan ia harus
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh pendeta-pendeta dan pengusa-pengusanya
sebgai wakil dari kerajaan rohani dan kerajaan duniawi. Zwingli hidup dalam satu situasi yang lain. Disitu pergaulan hidup
berdasar atas suatu kerjasama yang baik degan rakyat, tu berarti, bahwa ia
harus dapat mempertanggungjawabkan pandangan-pandangannya di muka umum dalam
bahasa yang dapat dipahami oleh rakyat biasa. Ia harus dapat membuktikan, bahwa
ajaran Gereja Katolik Roma adalah ajaran yang salah, dan bahwa ajarannya
sendiri adalah ajaran yang berdasar atas Alkitab dan yang dapat dimengerti.
Hal itu Zwingli
lakukan. Pengikut-pengikutnya mengertinya. Karena itu mereka menola ajaran
Gereja Katolik Roma tentang transubstansiasi dan tidak mau mengadakan kompromi
dengan Luther dan pengikut-pengikutnya. Zwingli pasti akan kehilangan
pengikut-pengikutnya itu, kalau ia berani bertindak secara lain.
Sesudah
patung-patung (yang harus dikeluarkan dari gedung-gedung gereja), menyusul
sekarang misa Gerej Katolik Roma. Misa ini sebenarnya telah disinggung dalam
“percakapan-agamaniah” yang kita sebut diatas. Tetapi pada waktu itu Zwingli
sangat hati-hati dalam mengemukakan pendapatnya. Sebab ia tahu, bahwa hal itu
sangat peka bagi abnyak anggota Jemaat, yang masih mencurigai Reformasi. Untuk
percakapan ini ia menyusun 67 dalil. Dalam dalil 18 ia katakan: “Bahwa Kristus
telah satu kali mempersembahkan diriNya (di golgota) dan bahwa korbanNya itu
sampai selama-lamanya menebus orang percaya”. Itu berarti, bahwa “misa bukan
korban, tetapi hanya suatu peringatan dan jaminan dari keselamatan, yang
dikerjakan oleh Kristus untuk kita”
Lebih konkrit ia
katakan, bahwa roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus (sebagai “perjamuan
peringatan”) hanya simbol-simbol saja dari tubuh dan darah Kristus. Dari
perkataannya itu nyata, bahwa ia sebenarnya idak mengakui “praesentia realis”
(= kehadiran yang sesungguhnya dari Kristus di dalam Perjamuan Kudus)
Perjamuan Kudus
menurut ajaran Calvin
Seorang
Reformator muda, yang mempnyai cita-cita yang sama seperti Bucer dan yang karen
itu sangat mendukungya dalam usahanya itu, ialah Calvin. Waktu ia mulai dengna pekerjaannya, pendirian Luther dan
Zwingli sudah kokoh. Karena itu ia tidak dapat berbuat lain daripada berusaha –
seperti yang sedang dibuat oleh Bucer – untuk mempertemukan mereka. Posisinya
pada waktu itu ia jelaskan seperti berikut: “Waktu saya mulai meninggalkan
kegelapan Gereja Katolik Roma dan membaca dalam karangan-karangan Luther, bahwa
tidak ada sesuatu yang baik yang ditinggalkan oleh Zwingli dan Oecelampadius.
Dalam sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, saya mengakui bahwa saya
menjauhkan diri dari tulisan-tulisan mereka dan lama sekali tidak mau membacanya.
Apalagi waktu saya mulai menulis, mereka bertemu di Marburg, sehingga kabut
tebal yang telah menyelubungi mereka pada waktu itu, telah mulai berkurang,
sekalipun suasana belum seluruhnya terang”.
Secara am Calvin – dalam ajarannya – lebih dekat apda Luther. Sungguhpun
demikian ia kemudian terlibat dalam pertukaran-pikiran yang hebat dengan
pengikut-pengikut Luther,seperti Whestpal. Sebaliknya ia – dalam ajarannya –
tidak dekat dengan Zwingli. Pandangan mereka tentang Perjamuan Kudus sangat
berbeda. Sekalipun demikian ia dengan Bullinger, seorang pengikut Zwingli, bisa
bertemu dan menghasilkan “Consensus Tigurinus”, salah satu kejadian yang sangat
mengaggumkan dalam sejarah Gereja.
Calvin tidak
begitu teliti membaca karangan-karangan Zwingli. Hal itu – seperti yang antara
lain nyata dalam suratnya yang kita kutip diatas – mungkin disebabkan oleh
pengaruh Luther. Pengaruh itu begitu besar, sehingga ia – dalam edisi pertama
dalam karyanya “Institutio” – tidak mau mengutip Zwingli secara harafiah. Paling-paling
ia hanya menyebut tempat-tempat dalam karya-karya Zwingli, dimana anggapannya
ia sanggah atau tolak.
Pada Tahun 1541
– kira-kira sepuluh tahun sesudah “musyawarah-agamaniah” di Marburg – Calvin menulis suatu traktat yang penting
tentang Perjamuan Kudus.
Bagian akhir dari traktatnya Calvin
gunakan untuk – secara terinci – menyanggah anggapan-anggapan yang sesat
tentang Perjamuan Kudus. Di situ ia pertama-tama menolak ajaran Gereja Katolik
Roma tentang transubstansiasi.
Selanjutnya ia menolak anggapan yang mengatakan, bahw missa adalah sautu korban
da bahw anggota-anggota Jemaat hanya boleh memakan roti (dan tidak boleh
meminum anggur) dalam Perjamuan Kudus.
a. Gereja
Katolik Roma mengajar, bahwa waktu imam, yang melayani Perjamuan Kudus,
mengucapkan kata-kata penetapan, substansi roti dan anggur (secara otomatis)
berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Ajaran ini tidak dapat kita terima,
Menurut kita roti dan anggur sebagai substansi tidak beruba dalam Perjamuan
Kudus. Sungguhpun demikian kita percaya, bahwa dalam tanda-tanda yang kelihatan
itu dinyatakan kepada kita realitas yang rohani
b. Gereja
ini juga mengajar, bahkan missa adalah sautu korban yang dipersembahkan oleh
imam dan bahwa oleh korban itu dosa-dosa kita diampuni. Ajaran ini bukan saja
kita tolak sebagai ajaran yang sesat, tetapi juga sebagai ajaran yang
memperkosa kekudusan Allah, kalau ia katakan, bahwa dalam missa imam bertindak
sebagai perantara yang menerapkan apa yang Kristus kerjakan oleh sengsara dan
kematianNya atas mereka, yang membeli atau menghadiri missanya. Menurut kita
sengsara dan Kematian Kristus adalah satu-satunya korban yang menghapus
dosa-dosa kita dan yang “menghasilkan” kebenaran (= keadilan) abadi untuk kita.
Kita mengaku, bahwa “buah” dari sengsara dan kematian Kristus diberitakan
kepada kita dalam Perjaman Kudus, bukan karena pekerjaan manusia, tetapi karena
janji-janji disitu yag diberikan kepada kita.
c. Kita
percaya, bahwa dalam Perjamuan Malam Kristus memberikan kepada kita apa yang Ia
kiaskan didalamnya, dan bahwa kita – karena itu – benar-benar menerima tubuh
dan darah Kristus. Sungguhpun kita tidak mencarinya dalam roti dan anggur,
tetapi kita “mengangkat” hati dan pikiran kita keatas, bukan saja untuk
menerima Kristus, tetapi juga untuk menyembahnya. Karena itu kita menolak dan
menghukum kebiasaan-kebiasaan yang sia-sia, seperti memikul dan membawa
sakramen keliling dalam upacara yang mewah dan prosesi yang besar-besaran.
d. Kita
tidak setuju, bahwa Gereja Katolik Roma anggota-anggotanya hanya boleh menerima
roti dan tidak boleh menerima anggur. Hal ini sebenarnya adalah suatu
“perampokan”, yang bertentangan dengan perintah Kristus. Karena itu perampokan
ini tidak boleh kita tolerir.
e. Kita
berpendapat,bahwa penggunaan banyak upacara, yang bersal dari agama Yahudi,
bukan saja tidak ada gunanya, tetapi juga berbahaya dan tidak cocok untuk agama
Kristen, yang hidup dari kesederhanaan yang di ajarkan oleh para rasul.
Disamping itu tidak ada lagi suatu kebiasaan yang buruk, yaitu merayakan Perjamuan
Kudus dengan mimik dan dengan rupa-rupa gerak-tipuan, seolah-olah Perjamuan
Kudus ada suatu magi
Dalam bukunya Dr.H.L.Senduk mengatakan bahwa ajaran Calvin
tentang Perjamuan Kudus ,yaitu: Bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus itu tidak
berubah menajdi tubuh dan darah Kristus yang sungguh; Tidak ada persekutuan
jasmani dengan Kristus melalui mulut orang yang makan Perjamuan Kudus.
“Perjamuan Kudus adalah lebih dari suatu pesta tentang peringatan dan
pengorbanNya”. Roti dan anggur ini memiliki arti rohani bahwa tubuh dan darah
Kristus telah dikorbankan untuk keselamatan orang percaya. Bahwa oelh anugerah
Tuhan dengan iman, kita dapat bersekutu
4.Hakikat Gereja
Gereja berdiri
di mana-mana dengan papan nama di depan bangunannya. Ada bangunan gereja yang
besar dengan arsitektur modern. Ada yang terletak di tengah pemukiman dengan
bangunan sederhana. Ada juga yang terletak di tengah lokasi niaga dengan
bangunan ruko bahkan ada gereja yang tidak memiliki gedung formal, hanya
mengadakan ibadah secara rutin di hall hotel, restoran atau rumah makan yang
bisa menampung sejumlah orang untuk bersekutu dan beribadah.
Lalu orang-orang
mulai menyebut diri sebagai anggota jemaat dari gereja ini atau gereja itu.
Seakan-akan gereja menentukan identitas seseorang apakah Kristen atau bukan.
Dengan demikian,
muncul beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hakikat gereja. Apakah gereja
berkaitan dengan bangunannya? Apakah gereja berkaitan dengan aktivitasnya?
Apakah gereja berkaitan soal orangnya? Untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dan mengerti maka kita harus kembali
kepada firman Tuhan yang menjadi dasar bagi kita menemukan pengertian secara
utuh.
Kata gereja
sendiri berasal dari bahasa Portugis “igereja” yang diambil dari kata “ekklesia”
yang dalam bahasa Yunani memiliki arti “dipanggil keluar” untuk berhimpun dan
mengambil keputusan. Dalam Perjanjian Baru kata “ekklesia” diterjemahkan dengan
kata “jemaat” atau “sidang jemaat”. Yang tercatat dalam Kis 5:11, Kis 7:38;
Ibrani 2:12; Roma 16:1,5. Dalam Perjanjian Lama bahasa Ibrani kata “gehal
eddah” yang artinya dipanggil untuk bertemu bersama-sama di satu tempat yang
telah ditunjukkan, tercatat pada Keluaran 12:6, dengan kata “jemaat yang
berkumpul”.
Dengan latar
belakang peristiwa panggilan Allah melalui Musa kepada umat Israel untuk
mempersembahkan korban kepada Tuhan (beribadah kepada Allah) yang dicatat pada
Keluaran 3:12-18. Dari pembahasan kata “gehal eddah” bahasa Ibrani yang
terdapat dalam PL, dan kata “ekklesia” bahasa Yunani yang terdapat pada PB,
kita dapat mengartikan gereja dalam konteks kita sekarang adalah himpunan orang
yang dipilih dan dipanggil keluar dan masuk dalam persekutuan baru dan
beribadah kepada Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya, menjadi teladan
bagi orang-orang di tengah dunia ini.
Dengan demikian,
gereja bukan merujuk kepada bangunan atau denominasi, tetapi lebih kepada orang
yang dipilih dan dipanggil, dan aktivitas kehidupan yang beribadah dan bersaksi
serta berperan menjadi teladan, sesuai dengan tujuan panggilan Tuhan atas diri
kita sebagai orang kepercayaan-Nya.
Sebagai himpunan
orang-orang yang mengambil keputusan untuk menerima Kristus sebagai juru
selamat, maka gereja adalah sidang jemaat. Sebagai himpunan orang-orang yang
berasal dari latar belakang dan fungsi tugas yang berbeda untuk bersama-sama
melayani Kristus, maka gereja adalah tubuh Kristus dan Kristus menjadi kepala.
Sebagai himpunan
orang-orang yang merupakan karya Roh Kudus dan Roh Kudus tinggal di dalamnya,
maka gereja adalah bait Allah. Paulus dalam 1 Korintus 3:16-17 menyadarkan,
setiap orang adalah bait Allah. Ketika setiap kita menyadari bahwa hakikat
gereja menunjukkan kepada sidang jemaat dan kita masing-masing adalah satu di
antara sidang jemaat dan gereja menunjuk kepada tubuh Kristus dan gereja
menunjuk kepada bait Allah dan kita adalah bait Allah, maka dalam kehidupan
kita menyadari status kita. Aktivitas dan peran yang kita nyatakan dalam
kehidupan yang beribadah kepada Tuhan, melayani Tuhan di dalam segala aspek,
dan hidup kudus sesuai dengan ketetapan Tuhan, menjadi terang dan garam dunia.
Dalam Kitab
Perjanjian Baru kita menemukan beberapa gambaran mengenai gereja yang
menunjukkan kesatuan yang tidak terpisahkan antara Yesus Kristus sebagai kepala
gereja dan umat-Nya. Oleh sebab itu gereja harus selalu bergantung kepada
kehadiran Kristus, kehadiran sebagai suatu aktivitas yang terjadi di tengah
umat secara terus menerus, yaitu penyertaan-Nya.
A}. Gereja
digambarkan sebagai umat Allah, bait Allah, bangunan Allah dan sebagai kawanan
domba Allah (Wahyu 21 : 3; 1 Korintus 3 : 16; 1 Korintus 3 : 9; 1 Petrus 5 :
2).
B}. Gereja
sebagai suatu persekutuan yang baru yaitu Tubuh Kristus dan sebagai Tubuh
Kristus gereja selalu mau mendengar suara Yesus yang memanggil manusia menjadi
murid-murid-Nya (Roma 12 : 4).
C}. Hakikat
gereja adalah missioner, dapat dikatakan seluruh aktivitas gereja adalah
missioner, pelayanan sakramen, pemberitaan firman, pelayanan dan lain-lain.
Dari keseluruhan
gambaran di atas jelas nampak hubungan/persekutuan yang sangat erat antara
Yesus sebagai kepala gereja dengan jemaat. Tanpa persekutuan itu hakikat gereja
akan hilang dan tidak layak disebut gereja, karena gereja adalah gereja selama
memiliki hubungan dengan Yesus Kristus.
5.Pertumbuhan Gereja di Dunia
6.Pertumbuhan Gereja di Indonesia