Kamis, 28 Februari 2013

PENETAPAN SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS (Bagian IV)


PENETAPAN SAKRAMEN  (Bagian IV)

 [by samson h]
PENYIMPANGAN AJARAN PERJAMUAN KUDUS
Mungkin banyak di antara kita yang sudah mendengar praktek-praktek Perjamuan Kudus yang dilakukan berbagai kelompok kekristenan saat ini. Salah satu penyimpangan yang sangat popular saat ini adalah menjadikan roti dan cawan Perjamuan Kudus itu sebagai magis (jimat) atau mantra dimana dengan ikut mengambil Perjamuan Kudus, ada suatu anggapan bahwa semua jenis penyakit dan penderitaan akan lenyap dan jika seseorang itu masih tetap memiliki sakit penyakit, itu berarti ia tidak beriman atau tidak percaya Yesus.
Adajuga orang yang mengganggap roti dan cawan Perjamuan Kudus itu bisa memberikan suatu perlindungan dan kekebalan dalam dirinya dimana dengan rutin mengikuti Perjamuan Kudus, tubuhnya menjadi kebal terhadap segala jenis penyakit dan sebagainya. Yang lebih populer bagi kaum pelajar saat ini, ada yang mengajarkan bahwa dengan turut mengambil roti dan cawan Perjamuan Kudus, mereka bisa menjadi pintar dan lulus ujian. Hal-hal ini telah menjadi sesuatu yang biasa terdengar di masyarakat Kristen bahkan sekarang ini anak-anak kecil yang masih berumur 3 tahun sekalipun telah diperbolehkan ikut dalam Perjamuan Kudus. Semua ini dilakukan karena adanya suatu anggapan bahwa roti dan cawan itu berperan sebagai magis atau mantra yang mendatangkan suatu kekuatan dan perlindungan bagi mereka yang mengambilnya.
Adaorang Kristen dengan perasaan bangga memberitahukan kepada teman-temannya bahwa anaknya yang masih berumur 3-4 tahun sudah ikut dalam Perjamuan Kudus dan kesehatan anak itu sepenuhnya bergantung pada kuasa Perjamuan Kudus itu. Orangtua anak itu mengganggap tidak perlu berobat ke dokter ketika anaknya sakit. Ia cukup dengan mengambil roti Perjamuan Kudus anaknya akan pulih total.
Yang menjadi pertanyaan, apakah memang demikian arti, manfaat dan tujuan Perjamuan Kudus? Di sinilah letak tanggungjawab para pemimpin rohani diuji. Pemimpin rohani yang menjadi gembala sidang harus mengajar dan melindungi gembalaannya dari segala jenis pengajaran yang bertentangan dengan firman Allah. Kita tidak bisa bersikap apatis terhadap hal-hal seperti ini. Tetapi sebaliknya, pemimpin rohani harus menegakkan dan mengajarkan kebenaran firman Allah. Memberitahukan apa yang salah dan keliru, serta memberitahukan apa yang tidak patut diikuti jemaat gembalaan, tidak sama dengan menghakimi atau mengkritiki orang lain. Seorang ayah yang baik akan selalu memberitahukan apa yang baik, yang harus dilakukan anak-anaknya, sekaligus apa yang tidak patut dilakukan. Pemimpin rohani jangan sekali-kali pernah merasa bahwa adalah salah atau dosa jika memberitahukan apa yang salah yang telah dilakukan orang lain. Justru dengan memaparkan hal-hal yang salah tersebut dan menjelaskan dimana letak kesalahan tersebut, jemaat gembalaannya akan mengerti dan mengikuti apa yang benar. Allah memberikan Alkitab bagi kita bukan untuk disembah tetapi untuk dibaca, direnungkan dan dipelajari. Hanya dengan melakukan hal-hal ini orang Kristen sejati bisa mengerti apa yang Tuhan katakan dalam Alkitab.
Sampai kapan penyimpangan arti dan tujuan Perjamuan Kudus ini akan berlangsung? Kita tidak tahu. Namun, yang kita tahu dari firman Allah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyimpangan-penyimpangan dari firman Allah dan akan semakin banyak pengajar-pengajar sesat dalam gereja. Tetapi Tuhan akan tetap menghukum mereka yang mengajarkan kesesatan. Tuhan bisa saja menghukum mereka dalam hidup ini dan yang pasti Tuhan akan menghukumnya pada akhir zaman. Kita tidak tahu jenis hukuman apa yang Tuhan akan berikan kepada mereka yang telah mengajarkan kesesatan. Namun Tuhan juga bisa saja membiarkan para pengajar sesat seperti seorang yang sedang berjaya dan benar, dan akibatnya semakin banyak orang yang menjadi pengikutnya karena orang banyak menganggap ia benar. Penilaian masyarakat awam sering seperti ini. Mereka selalu melihat dari hasil dan jika hasilnya ada dan bagus, maka mereka akan menganggap cara dan ajaran itu benar. Namun sebaliknya jika tidak ada hasil meskipun orang itu mengajarkan kebenaran, maka masyarakat akan menganggap orang itu tidak mengajarkan yang benar. Hal seperti inilah yang terjadi pada masa Nabi Yeremia ketika ia memberitahu umatIsraelbahwa mereka akan dihukum dan dibuang ke Babilonia selama 70 tahun. Tak seorangpun yang percaya akan pernyataan nabi itu. Mereka justru membenci dan mengucilkannya. Namun itu tidak bararti bahwa apa yang ia beritakan itu sesat hanya karena tidak ada yang mau mengikuti ajarannya. Memiliki dan mengajarkan kebenaran tidak selalu diterima orang banyak tetapi sebaliknya ajaran yang salah dan sesat akan mudah diterima orang banyak.
Jika penyimpangan pada arti dan tujuan Perjamuan Kudus terus menerus dilakukan, Tuhan akan murka dan melimpahkan murkaNya pada mereka yang tidak layak mengambil Perjamuan Kudus. Tuhan tidak menghukum semua manusia yang melakukan kesalahan yang sama dengan hukuman yang sama seperti yang kita lihat dalam 1 Korintus 11:30. Bahkan bisa dikatakan bahwa kita tidak pernah melihat hal-hal seperti itu dalam gereja sekarang ini.
Sama seperti kematian Ananias dan Safira dalam Kisah Para Rasul 5:1-11 ketika mereka berbohong kepada Roh Kudus, mereka mati seketika. Mereka tidak korupsi atau menyelewengkan uang gereja, dan bukan juga karena tidak membayar persembahan persepuluhan tetapi karena mereka tidak jujur ketika ingin memberikan persembahan kepada Tuhan. Mereka menyembunyikan sebagian dari hasil penjualan harta mereka, dan ketika menghadap rasul-rasul, mereka berkata bahwa itulah hasil penjualan harta tersebut. Jika seandainya mereka jujur dan berkata bahwa, inilah yang bisa kami berikan untuk dipersembahakan kepada Tuhan dan sebagian lagi kami simpan untuk kebutuhan hidup, mereka tidak akan dihukum Tuhan. Hasil penjualan harta itu sepenuhnya merupakan hak dan milik mereka. Mereka juga tidak akan salah jika mereka memberikan sebagian saja dari hasil penjualan itu meskipun orang lain memberikan semua hasil penjualan harta mereka. Namun karena berbohong, mereka dihukum mati. Tetapi hukuman seperti ini tidak kita lihat terjadi sekarang ini meskipun ada begitu banyak kesalahan yang dilakukan para pemimpin gereja.Adayang menyelewengkan uang gereja untuk kepentingan pribadi, ada yang korupsi, ada yang mencuri uang gereja dan sebagai. Tetapi Tuhan tidak menghukum mereka seperti apa yang Tuhan lakukan kepada Ananias dan Safira. Yang pasti Tuhan pasti menghukum mereka yang sesat dan salah sesuai dengan cara dan waktu Tuhan sendiri.
Marilah kita kembali kepada ajaran Alkitab dan selidiki apa sebenarnya yang Alkitab katakan tentang Perjamuan Kudus ini. Kita tidak perlu mencari-cari arti atau menambahkan arti di luar dari apa yang telah dituliskan dalam Alkitab. Apa yang dicatat dalam Alkitab sudah cukup bagi setiap orang di dunia ini untuk bisa membawanya masuk ke sorga dan kita tidak membutuhkan tambahan lain. Bahkan apa yang ada dalam Alkitab itu tidak bisa habis untuk ditelaah dan dipelajari orang Kristen yang pernah hidup di dunia ini. Berhati-hatilah dalam memberikan suatu arti Firman Allah karena jika salah, kita akan mendapatkan hukuman dari Tuhan.
CARA MELAKSANAKAN PERJAMUAN KUDUS
Sangat bisa dipastikan bahwa pelaksanaan Perjamuan Kudus di berbagai gereja berbeda-beda. Tradisi dan kebiasaan para pendahulu suatu gereja telah melekat menjadi tradisi gereja tertentu masa sekarang. Perbedaan-perbedaan ini tentu tidak terlepas dari catatan firman Allah yang tidak memuat pola atau cara tertentu sebagai satu-satunya cara yang harus diikuti umat Kristen. Alkitab tidak pernah memberikan penjelasan tentang prosesi pelaksanaan Perjamuan Kudus. Mungkin inilah yang membuat para teolog tidak begitu mempersoalkan cara atau prosesi perjamuan Kudus yang dilakukan berbagai gereja. Keseluruhan hal ini diserahkan pada pemimpin rohani suatu gereja untuk mempelajari Firman Allah dan kemudian menentukan sendiri apa yang terbaik bagi mereka. Namun, karena tidak adanya pola yang ditetapkan Alkitab, maka akan sangat penting bagi para pemimpin gereja untuk menetapkan dalam hati bahwa mereka tidak memiliki dasar untuk mengkritisi pola prosesi Perjamuan Kudus yang dilakukan gereja tertentu selagi arti Perjamuan Kudus itu sesuai dengan apa yang diajarkan Alkitab.
Berapa seringkah melaksanakan Perjamuan Kudus?
Sama seperti pola prosesi Perjamuan Kudus, berapa sering pelaksanaan Perjamuan Kudus untuk dilakukan suatu gereja juga tidak diatur dalam Alkitab. Namun yang menjadi petunjuk yang bisa dilihat dalam Alkitab adalah 1 Korintus 11:26, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” Perhatikan frase “setiap kali” di sini. Frase ini dalam bahasa Yunani adalah “hosakis an” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “as often as” dan dalam Alkitab bahasa Indonesia “setiap kali.” Berdasarkan petunjuk ini, maka sangat terbuka bagi para teolog untuk memberikan berbagai tafsiran dari pernyataan ini untuk diterapkan dalam gereja-gereja yang mereka pimpin.
Namun mempertimbangkan juga apa yang menjadi kebiasaan gereja mula-mula secara khusus setelah Pentakosta. Pelaksanaan Perjamuan Kudus menjadi ritual yang biasa dilakukan orang-orang percaya ketika sedang berkumpul dalam sebuah ibadah. Kiah Para Rasul 2:41-47 mencatat bahwa ada dua kali kalimat tentang memecahkan roti yang dicatat dalam perikop ini. Perhatikan ayat-ayat berikut, “Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (ay. 42) dan “Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir” (ay. 46).
Dari pernyataan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa di awal berdirinya gereja lokal, orang-orang Kristen kerap kali menyelenggarakan Perjamuan Kudus, bahkan setiap kali mereka mengadakan ibadah di rumah-rumah (karena masa itu tidak ada gedung gereja seperti sekarang, jadi ibadah hanya dilakukan di rumah-rumah jemaat secara bergilir), mereka akan memecahkan roti atau mengadakan Perjamuan Kudus. Oleh karena itu, di masa sekarang juga kita tidak memiliki suatu patokan berapa sering suatu gereja menyelenggarakan Perjamuan Kudus. Semua kegiatan ini sepenuhnya diatur gereja atau denominasi masing-masing.
Semoga melalui artikel ini, orang-orang percaya mendapatkan pengertian dan pengetahuan yang lengkap tentang sakramen Perjamuan Kudus. Kiranya kita selalu memiliki keinginan yang tinggi untuk mendalami Alkitab dan kerinduan untuk semakin mengerti Firman Allah. Mengetahui firman Allah adalah satu-satunya kunci mengetahui kehendak Allah, sehingga kita bisa melakukan apa yang berkenan kepada Allah.

PENETAPAN SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS (Bagian III)



 [by samson h]
SYARAT MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS
Adaberbagai penyimpangan yang terjadi saat ini di sehubungan dengan pelaksanaan . Sadar atau tidak, penyimpangan-penyimpangan itu sudah menjadi suatu hal yang biasa dan tidak dipermasalahkan banyak orang lagi bahkan para pemimpin gereja sekalipun tidak memperdulikannya, seakan membiarkan begitu saja tanpa ada niat memperbaikinya. Ketidakperdulian tentang masalah ini sangat berdampak pada tingkat pengetahuan jemaat masa kini. Kebanyakan orang Kristen seakan telah menerima semua bentuk penyimpangan praktek-praktek pola  yang dilakukan berbagai kelompok kekristenan.
Untuk menguji benar tidaknya pola Perjamuan Kudus dan penyelewengan arti Perjamuan Kudus yang dipraktekkan sekarang ini, harus melalui pengkajian Alkitab. Salah satu jenis penyimpangan pelaksanaan Perjamuan Kudus adalah tentang  dan arti Perjamuan Kudus itu. Tentang arti Perjamuan Kudus telah kita lihat dalam artikel-artikel sebelumnya. Sekarang kita akan fokus pada  yang dicatat dalam 1 Korintus 11:23-32.
(1) Ia harus percaya Yesus dan telah dibaptis
Perjamuan Kudus itu merupakan sarana anugrah Allah bagi umat percaya. Jadi mereka yang tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, Perjamuan Kudus tidak memiliki manfaat bagi dirinya meskipun turut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Justru sebaliknya, ia akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya. Perjamuan ini merupakan suatu sarana anugerah Allah bagi pengikut Kristus dimana mereka merenungkan dan mengingat akan pengorbanan dan kematian Kristus di kayu salib bagi dosa-dosa mereka (ref. 1 Kor 11:26).
Mengenang apa yang telah Yesus perbuat akan menolong umat percaya untuk lebih berdedikasi dan dipulihkan untuk lebih mengasihi dan mencintai Yesus dalam hidup. Jika seseorang tidak percaya pada Yesus, apa yang akan ia renungkan? Jawabannya tidak ada. Orang seperti ini biasanya memiliki pengertian yang salah tentang Perjamuan Kudus. Ia beranggapan, jika ia ikut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus, ia akan mendapatkan perlindungan, kesehatan dan kekuatan. Ia menganggap roti dan cawan itu seperti suatu jimat atau magis yang bisa melakukan hal-hal besar bagi dirinya. Jika ia tidak sungguh-sungguh percaya pada Yesus, ia tidak layak mengambil Perjamuan Kudus.
Jika kita perhatikan apa yang dicatat Paulus kepada gereja Korintus, jelas memberitahukan bahwa Paulus mengajarkan doktrin Perjamuan Kudus agar umat percaya di gereja Korintus mengerti dan turut mengambil bagian di dalamnya. Perhatikan kalimat yang disampaikan Paulus, “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan” benar-benar memberikan suatu penekanan bahwa Paulus, sebagai orang percaya dan rasul menginginkan agar umat percaya di gereja Korintus itu melaksanakan Perjamuan Kudus dengan benar, seperti yang dijelaskan pada ayat-ayat selanjutnya. Bahkan perikop ini sesungguhnya dituliskan sebagai teguran bagi jemaat Korintus karena adanya penyimpangan dan kesalahan besar yang dilakukan gereja itu. Perjamuan Kudus hanya bagi orang-orang yang sungguh-sungguh percaya. Fakta ini jugalah yang bisa kita lihat dipraktekkan gereja mula-mula (Kisah 2:41-47).
Untuk membuktikan seseorang sungguh-sungguh percaya pada Yesus, ia sudah harus menerimaBaptisan Kudus. Ini merupakan syarat utama dalam mengikuti Perjamuan Kudus. Jika ia berasal dari keluarga Kristen, besar kemungkinan ia sudah dibaptis di saat masih bayi. Untuk membuktikan kepercayaannya, ia sudah harus menerima Pengukuhan  atau yang disebut dengan Sidi. Dengan kata lain, Perjamuan Kudus tidak diperuntukkan bagi mereka yang tidak mengetahui siapa itu Yesus. Seseorang yang ikut mengambil Perjamuan Kudus harus memiliki kesadaran yang tulus untuk setia dan mencintai Yesus sepanjang hidupnya. Anak kecil belum memiliki pemikiran seperti ini, meskipun mengaku telah percaya pada Yesus.
(2) Ia harus meneyelidiki hati dan bertobat di hadapan Allah
Ketika mengikuti Perjamuan Kudus, setipa peserta harus menyelidiki hati dan bertobat di hadapan Tuhan. Perbuatan dosa dan rencana kejahatan serta pemikiran yang tidak berkenan kepada Allah harus diakui dihadapan Tuhan dan dengan hati yang hancur meminta pengampunan dari Tuhan Yesus dan bertekad untuk tidak mengulangi dan melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Jadi sebelum seseorang turut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus ia harus menyelidiki hatinya di hadapan Tuhan dan jangan sampai ada dosa dan rencana dosa. Itulah yang ditekankan Paulus kepada jemaat Korintus, “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan” (1 Kor 11:27).
Yang menjadi pertanyaan, apa maksud dari pernyataan, “cara yang tidak layak” di sini? Untuk menjawab pertanyaan ini, Paulus kemudian memberikan penjelasan di ayat selanjutnya, “Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri” (1 Kor 11:28-29).
Ada dua pertimbangan umum dari arti frase, “cara yang tidak layak” di sini. Pertama, berdasarkan apa yang ditulis Paulus, itu berarti bahwa cara yang tidak layak itu adalah keikutsertaan orang yang tidak menguji dirinya ketika ikut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Tidak menguji diri itu berarti tidak menyelidiki hatinya di hadapan Tuhan dan memutuskan bahwa ia layak dihadapan Allah. Ia tidak menyelidiki hatinya, apa ada dosa dan rencana kejahatan dan sebagainya. Semua berhubungan dengan dosa.
Kedua, pernyataan, “cara yang tidak layak” juga bisa berarti, bahwa ada orang yang tidak percaya pada Yesus namun turut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Arti ini bisa dilihat dalam konteks ayat 29 dimana Paulus berkata, “tanpa mengakui tubuh Tuhan.” Namun, jika mengingat akan ajaran Paulus di ayat sebelumnya bahwa Perjamuan Kudus itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang percaya, arti kedua ini akan sangat tidak sesuai. Jadi arti sesungguhnya dari pernyataan ini adalah tidak menyelidiki hati dan tidak meminta pengampunan Tuhan atas segala dosa-dosanya. Sebagai akibatnya, Paulus menekankan bahwa orang yang turut mengambil Perjamuan Kudus dengan cara yang tidak layak, “ia mendatangkan hukuman pada dirinya sendiri” (ayat 29).
Dalam bahasa aslinya, kata “hukuman” di sini berarti, “penghakiman atau kutuk.” Dengan kata lain, ikut mengambil Perjamuan Kudus dengan cara yang tidak layak bisa mendatangkan hukuman, penghakiman atau kutuk pada diri sendiri. Itulah sebabnya Perjamuan Kudus itu bukan suatu ritual keagamaan biasa tetapi memiliki arti rohani penting karena itu merupakan ketetapan Allah atau sakramen. Perjamuan Kudus akan menjadi berkat rohani bagi mereka yang percaya. Oleh karena itu, jangan pernah seorang pun menganggap remeh atau merendahkan Perjamuan Kudus. Jangan juga pernah orang Kristen mengganggap Perjumuan Kudus itu sebagai jimat atau magis untuk kekebalan terhadap segala jenis penyakit dan sebagainya. Perjamuan Kudus merupakan sarana anugerah Allah bagi umat percaya, yang mengingatkan kita akan penderitaan, kematian dan kedatangan Yesus Kristus.
Inti dari menyelidiki hati di hadapan Allah dan bertobat adalah bahwa tiap-tiap orang yang ikut mengambil bagian Perjamuan Kudus harus mengakui segala dosa-dosanya dihadapan Allah sebelum turut mengambil roti dan cawan. Itulah sebabnya, sebelum roti dan cawan dibagikan selalu diberitahukan agar jemaat mengambil sedikit waktu untuk berdoa dihadapan Allah. Kemudian, setelah meminta pengampunan dalam doa, setiap orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus harus memutuskan dalam hatinya bahwa ia layak di hadapan Allah untuk Perjamuan Kudus itu. Yang membuat ia layak adalah karena ia sudah meminta pengampunan dan bertekad untuk hidup dengan benar dan tidak merencanakan hal-hal yang jahat dan berdosa lagi. Jika seseorang tidak menguji diri dan meminta pengampunan dari Tuhan, maka ia lebih baik tidak ikut dalam Perjamuan Kudus dan ia cukup memperhatikan saja.
HUKUMAN ATAS KETIDAKLAYAKAN DALAM PERJAMUANKUDUS
Kenapa begitu penting menguji diri dihadapan Tuhan sebelum mengambil Perjamuan Kudus? Jawabannya, karena ada hukuman yang akan diterima yang tidak layak dihadapan Allah. Paulus berkata, “Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal” (1 Kor 11:30). Paulus mengatakan sebagai akibat ketidaklayakan dalam Perjamuan Kudus, banyak di antara jemaat Korintus yang lemah, sakit dan tidak sedikit yang meninggal. Inilah hukuman yang diberikan Tuhan kepada jemaat Korintus. Itulah sebabnya gereja tidak bisa bermain-main dengan sakramen Perjamuan Kudus. Jika Tuhan menghukum jemaat Korintus, maka saat ini pun Tuhan bisa melakukan hal yang sama. Kita tidak mengetahui pasti (tidak dicatat dalam Alkitab) dari mana Paulus mengetahui bahwa banyak jemaat Korintus dihukum Allah karena kesalahan itu. Yang kita tahu, Paulus adalah rasul, dan Tuhan telah memberitahukan kepada Paulus tentang semua itu.
Bagaimana dengan gereja sekarang ini, apakah orang Kristen mengalami hal yang sama? Dengan tegas bisa dijawab, Ya. Allah bisa saja melakukan hal yang sama, namun kita tidak mengetahui siap saja yang dihukum Allah akibat kesalahan ini. Tidak ada yang tahu dan Tuhan juga tidak memberikan petunjuk. Kita juga tidak bisa menunjuk orang-orang yang lemah dan sakit atau meninggal dalam jemaat sebagai akibat ketidaklayakan mereka dalam Perjamuan Kudus. Yang bisa kita katakan, jemaat harus menguji dirinya sebelum turut mengambil Perjamuan Kudus.
Yang perlu kita tekankan dis ini adalah JANGAN SEKALI-KALI KITA MENGHINDARI PERJAMUAN KUDUSkarena perasaan tidak layak. Menjadi layak dihadapan Tuhan itu hanya bisa dilakukan dengan BERDOA DAN MEMINTA PENGAMPUNAN DARI TUHAN.Ada orang berpendapat, melakukan Perjamuan Kudus setiap bulan itu tidak benar karena terlalu sering dan jemaat tidak memiliki waktu cukup untuk menguji diri dihadapan Tuhan. Alasan ini sangat tidak masuk akal, karena menguji diri itu tidak bertapa dan tidak berpuasa berhari-hari. Menguji diri adalah penyerahan diri dan komitmen masing-masing ketika berdoa dihadapan Tuhan. Hal ini sama seperti seseorang yang mau percaya pada Yesus. Ia tidak membutuhkan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk bisa percaya. Ia hanya membutuhkan waktu singkat yaitu doa pengakuan dosa. Berapa lama seseorang berdoa ketika ia mau percaya pada Yesus? Sangat singkat, hanya sekitar 2-5 menit saja, dan dalam waktu singkat inilah ia mengambil keputusan untuk mengikut Yesus dengan sepenuh hati dan untuk selamanya. Dengan cara yang sama, pengujian diri dilakukan untuk menjadi layak dihadapan Allah.

PENETAPAN SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS (Bagian II)


PENETAPAN SAKRAMEN  (Bagian II)

 [by samson h]
PROSES PERGANTIAN SAKRAMEN PASKAH MENJADI PERJAMUAN KUDUS
Setelah melihat sejarah dan latarbelakang sakramen Perjamuan Kudus, sekarang kita perlu memperhatikan proses perubahan dan pergantian sakramen Paskah menjadi . Untuk itu mari kita melihat Lukas 22:14-23; Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; dan Yohanes 13:21-30 yang mencatat tentang proses pergantian ini. Proses perubahan ini dicatat di semua kitab Injil, namun amun yang menjadi pokok perhatian kita adalah Lukas 22:14-23.
Perikop ini mencatat proses perayaan paskah yang dilaksanakan Yesus bersama murid-muridNya. Perhatikan ayat-ayat ini, “Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita” (Lukas 22:14-15).
Perhatikan frase “makan Paskah ini” yang disampaikan Yesus. Itu berarti bahwa Yesus dan murid-muridNya sedang merayakan Paskah sesuai dengan ketetapan Allah yang harus dilakukan setiap orang Israel pada setiap tanggal 14 Nisan (kalender Israel). Jika kita memperhatikan aya-ayat selanjutnya hingga Lukas 22:18 semuanya itu merupakan hal-hal yang dilakukan pada saat perayaan Paskah. Tidak ada yang berbeda bagi murid-murid Yesus ketika mereka melakukan perayaan Paskah ini, semua sesuai dengan kebiasaan masa itu. Namun ketika mereka masih dalam suasana menikmati makan paskah tersebut, tiba-tiba Yesus melakukan sesuatu yang berbeda. Apa yang Yesus lakukan? “Lalu Ia (Yesus) mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: Inilah tubuh-Ku yang dierahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22:19-20).
Memberikan roti kepada murid-muridNya bukanlah sesuatu yang asing karena Yesus juga melakukan hal yang sama pada saat memulai makan paskah tersebut. Tetapi ketika Yesus memecah-mecahkan roti itu dan kemudian memberikan kepada murid-muridNya, dan perkataan yang Yesus sampaikan selanjutnya membuat semuanya berbeda. “Inilah tubuh-Ku yagn diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Kalimat inilah yang tidak pernah didengar murid-murid Yesus ketika merayakan Paskah. Lebih jelas lagi, ketika Yesus kemudian mengambil cawan sesudah makan roti, Yesus berkata, “cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” memberikan suatu petunjuk bahwa Allah memberikan Perjanjian (ketetapan) Baru yang menggantikan ketetapan lama (Kel 12:24).
Proses pergantian itu terjadi pada saat yang sama dimana masih sedang meyarakan Paskah Perjanjian Lama. Yesus mengambil roti sebagai lambang tubuh-Nya yang mati bagi manusia berdosa dan mengambil cawan melambangkan darahNya yang tercurah untuk menebus dosa manusia. Yesus tahu bahwa saatnya sudah tiba untuk menggenapi Kitab Suci. Sebagai Anak Domba Paskah, Ia harus mati pada hari persiapan hari raya Paskah itu (Yoh 19:31) seperti Anak Domba Paskah Perjanjian Lama yang disembelih pada setiap tanggal 14 Nisan. Yesus sudah sangat siap untuk menggenapi semua yang diperintahkan Allah kepadaNya.
Setelah perayaan paskah dan perjamuan kudus usai, Yesus bersama murid-murid-Nya berjalan menuju taman Getsemani untuk berdoa. Setelah itu ia ditangkap dan diadili, dan sore harinya Ia mati di kayu salib sebagai Anak Domba Paskah. Sejak kematian Yesus, murid-muridNya tidak lagi merayakan Paskah seperti yang dilakukan sebelum kematian Yesus. Apa yang merupakan kebiasaan sebelumnya telah dimengerti sebagai sesuatu yang sudah digenapi.
PERJAMUAN KUDUS DI PERJANJIAN BARU
Setelah kematian Tuhan Yesus, kitab Perjanjian Baru tidak pernah mencatat bahwa pengikut Kristus masih tetap merayakan Paskah. Namun kebiasaan yang menjadi kebiasaan gereja mula-mula hingga sekarang ini adalah melaksanakan ketetapan baru yang diperintahkan Yesus yaitu Perjamuan Kudus. Itulah sebabnya dalam kitab Kisah Para Rasul dicatat bahwa gereja mula-mula selalu melakukan Perjamuan Kudus ketika mereka berkumpul beribadah.
Mari kita perhatikan ayat-ayat yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:41-47, “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. . . Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Apa yang dicatat di sini menunjukkan suatu kebiasaan baru bagi gereja ketika berkumpul dalam sebuah ibadah. Kebersamaan dan kesehatian memuji Tuhan dan melakukan Perjamuan Kudus menjadi bagian dari setiap ibadah.
Ketika gereja mula-mula melakukan Perjamuan Kudus, apa sebenarnya yang mereka rayakan? Apakah hal itu masih ada hubungannya dengan Paskah Perjanjian Lama? Di Indonesia, ada suatu kekeliruan istilah sehubungan dengan hari kebangkitan Yesus. Entah bagaimana asal mulanya, perayaan kebangkitan Yesus Kristus sering disebutkan sebagai perayaan paskah, padahal kebangkitan Yesus tidak ada hubungannya dengan Paskah umat Israel. Istilah “paskah” yang dikaitkan dengan kebangkitan Yesus Kristus memiliki dampak  karena ada suatu kesan bahwa paskah kebangkitan Yesus sama dengan paskah Perjanjian Lama, padahal sesungguhnya tidak demikian. Jika memang dirasa perlu untuk menghubungkan Yesus Kristus dengan paskah, seharusnya hal itu berhubungan dengan kematian Yesus sebagai Anak Domba Paskah (1 Kor 5:7) dan bukan kebangkitanNya. Dalam Perjanjian Baru, kebangkitan Yesus Kristus tidak pernah disebut sebagai paskah meskipun hari kebangkitan Yesus itu masih merupakan bagian dari hari perayaan paskahIsrael.
Apakah Perjamuan Kudus yang ditetapkan Yesus Kristus masih ada hubungannya dengan perayaan Paskah Israel? Seperti yang sudah kita lihat, penetapan Perjamuan Kudus itu dilakukan pada saat Yesus dan murid-muridNya sedang merayakan Paskah Perjanjian Lama. Namun ketika dicermati apa yang Yesus sampaikan (Lukas 22:19-20), sangat jelas bahwa penetapan sakramen Perjamuan Kudus tidak ada kaitannya dengan Paskah Israel. Perjamuan kudus merupakan peringatan akan kematian Yesus Kristus, dan apa yang Ia perbuat di kayu salib untuk menebus dosa manusia dan mengingatkan umat percaya akan kedatangan Yesus Kristus kembali ke dunia ini.
Paulus memberikan penjelasan arti Perjamuan Kudus ini ketika menuliskan suratnya kepada jemaat Korintus, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Korintus 11:26). Apa arti pernyataan ini? Kalimat “memberitakan kematian Tuhan” tidak berarti setiap umat percaya akan memberitakan kematian Tuhan Yesus ke berbagai tempat. Memang akan sangat baik jika jiwa dan semangat seperti itu dimiliki gereja sehingga semangat penginjilan tetap berkobar. Tingkat kerinduan dan kemauan memberitakan injil di hati orang percaya berbeda-beda. Lalu arti dari kalimat ini sebenarnya lebih mengarah pada setiap orang yang ikut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus harus mengingat kembali akan penderitaan dan kematian Yesus Kristus di kayu salib, dimana Ia mati untuk menggantikan dan menebus orang berdosa. Dengan melakukan hal ini diharapkan umat percaya semakin mencintai, mengikuti dan menaati Yesus hingga nantinya bertemu dengan Yesus muka dengan muka. Jadi mengingat kematian Yesus berarti kita telah memberitakan kematian Yesus dan kita sadar bahwa  merupakan anugerah Allah dan bukan karena perbuatan baik atau kelayakan kita dihadapan Allah. Ketika melakukan Perjamuan Kudus, kita harus mengingat pergorbanan Kristus dan hal ini menuntun kita untuk mengakui dosa-dosakota dan bertobat di hadapan Allah.
Bagi sekelompok orang, memberitakan kematian Yesus Krisus diartikan dengan menyalibkan diri mereka sendiri. Dengan cara demikian, mereka beranggapan telah sungguh-sungguh merasakan penderitaan Yesus. Namun pola seperti ini tidak pernah diajarkan Alkitab. Coba perhatikan ayat-ayat yang membahas saat-saat Yesus menetapkan sakramen Perjamuan Kudus, Yesus mengambil roti dan cawan yang melambangkan tubuh dan darahNya dan setelah itu, Yesus memerintahkan untuk memperbuat sedemikian sebagai peringatan akan Yesus. Tidak ada perintah untuk menyalibkan diri mereka. Perjamuan Kudus merupakan suatu momen penting bagi umat percaya untuk menyelidiki hati dan bertobat di hadapan Tuhan serta mendedikasikan diri kembali kepada Yesus.
Aspek kedua yang perlu kita ketahui bahwa ketika kita melaksanakan perjamuan kudus, kita juga perlu mengingat akan kedatangan Yesus. Kalimat “sampai Ia datang” memberikan petunjuk bahwa sakramen Perjamuan Kudus ini merupakan sakramen yang akan tetap dilaksanakan hingga Tuhan Yesus datang kembali. Namun kalimat ini juga memberi petunjuk adanya suatu kepastian mutlak akan kedatangan Yesus kembali. Ketika umat percaya melaksanakan sakramen ini, kita menghapus suatu keraguan bahwa Yesus tidak akan datang kembali. Sangat mudah bagi orang tertentu untuk meragukan kedatangan Yesus kembali, mengingat pernyataan ini telah berumur hampir 2.000 tahun, namun Yesus tidak kunjung datang. Tetapi bagi mereka yang percaya, tidak ada keraguan atas janji Kristus, mereka memiliki keyakinan bahwa apa yang Yesus katakan pasti digenapi. Mereka tidak memiliki dasar untuk ragu karena jika ragu akan pernyataan Yesus, maka mereka juga bisa ragu akan janji dan pernyataan Yesus akan keselamatan mereka. Semua berita keselamatan dan kedatangan Yesus diperoleh dari satu sumber yaitu Alkitab. Oleh karena itu, sakramen Perjamuan Kudus akan selalu mengingatkan umat percaya akan kedatangan Yesus kembali agar tidak terlena dengan segala keindahan dunia ini. Apapun yang dimiliki dunia ini, suatu saat akan berakhir.
Yang menjadi pertanyaan, apa yang kamu lakukan ketika turut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus? Apakah kamu hanya mengamati saja ketika roti dan cawan dibagikan? Atau apakah kamu mengambilnya dengan tanpa pertimbangan dan perenungan akan kematian dan kedatangan Yesus kembali? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu melihat apa yang disampaikan Paulus yang juga merupakan syarat-syarat mengikuti Perjamuan Kudus dan hukuman atas ketidaklayakan mengikuti Perjamuan Kudus.

Hakikat Gereja Sesungguhnya


Gereja berdiri di mana-mana dengan papan nama di depan bangunannya. Ada bangunan gereja yang besar dengan arsitektur modern. Ada yang terletak di tengah pemukiman dengan bangunan sederhana. Ada juga yang terletak di tengah lokasi niaga dengan bangunan ruko bahkan ada gereja yang tidak memiliki gedung formal, hanya mengadakan ibadah secara rutin di hall hotel, restoran atau rumah makan yang bisa menampung sejumlah orang untuk bersekutu dan beribadah.
Lalu orang-orang mulai menyebut diri sebagai anggota jemaat dari gereja ini atau gereja itu. Seakan-akan gereja menentukan identitas seseorang apakah Kristen atau bukan.
Dengan demikian, muncul beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hakikat gereja. Apakah gereja berkaitan dengan bangunannya? Apakah gereja berkaitan dengan aktivitasnya? Apakah gereja berkaitan soal orangnya? Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dan mengerti maka kita harus kembali kepada firman Tuhan yang menjadi dasar bagi kita menemukan pengertian secara utuh.
Kata gereja sendiri berasal dari bahasa Portugis “igereja” yang diambil dari kata “ekklesia” yang dalam bahasa Yunani memiliki arti “dipanggil keluar” untuk berhimpun dan mengambil keputusan. Dalam Perjanjian Baru kata “ekklesia” diterjemahkan dengan kata “jemaat” atau “sidang jemaat”. Yang tercatat dalam Kis 5:11Kis 7:38Ibrani 2:12Roma 16:1,5. Dalam Perjanjian Lama bahasa Ibrani kata “gehal eddah” yang artinya dipanggil untuk bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah ditunjukkan, tercatat padaKeluaran 12:6, dengan kata “jemaat yang berkumpul”.
Dengan latar belakang peristiwa panggilan Allah melalui Musa kepada umat Israel untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan (beribadah kepada Allah) yang dicatat padaKeluaran 3:12-18. Dari pembahasan kata “gehal eddah” bahasa Ibrani yang terdapat dalam PL, dan kata “ekklesia” bahasa Yunani yang terdapat pada PB, kita dapat mengartikan gereja dalam konteks kita sekarang adalah himpunan orang yang dipilih dan dipanggil keluar dan masuk dalam persekutuan baru dan beribadah kepada Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya, menjadi teladan bagi orang-orang di tengah dunia ini.
Dengan demikian, gereja bukan merujuk kepada bangunan atau denominasi, tetapi lebih kepada orang yang dipilih dan dipanggil, dan aktivitas kehidupan yang beribadah dan bersaksi serta berperan menjadi teladan, sesuai dengan tujuan panggilan Tuhan atas diri kita sebagai orang kepercayaan-Nya.
Sebagai himpunan orang-orang yang mengambil keputusan untuk menerima Kristus sebagai juru selamat, maka gereja adalah sidang jemaat. Sebagai himpunan orang-orang yang berasal dari latar belakang dan fungsi tugas yang berbeda untuk bersama-sama melayani Kristus, maka gereja adalah tubuh Kristus dan Kristus menjadi kepala.
Sebagai himpunan orang-orang yang merupakan karya Roh Kudus dan Roh Kudus tinggal di dalamnya, maka gereja adalah bait Allah. Paulus dalam 1 Korintus 3:16-17menyadarkan, setiap orang adalah bait Allah. Ketika setiap kita menyadari bahwa hakikat gereja menunjukkan kepada sidang jemaat dan kita masing-masing adalah satu di antara sidang jemaat dan gereja menunjuk kepada tubuh Kristus dan gereja menunjuk kepada bait Allah dan kita adalah bait Allah, maka dalam kehidupan kita menyadari status kita. Aktivitas dan peran yang kita nyatakan dalam kehidupan yang beribadah kepada Tuhan, melayani Tuhan di dalam segala aspek, dan hidup kudus sesuai dengan ketetapan Tuhan, menjadi terang dan garam dunia.
Dikutip dari Warta Jemaat Antiokhia 22 Februari 2009

Hakikat Gereja: Gereja Ada dari Misi dan untuk Misi



"... supaya segala bangsa di bumi mengenal nama-Mu, sehingga mereka takut akan Engkau sama seperti umat-Mu Israel, dan sehingga mereka tahu, bahwa nama-Mu telah diserukan atas rumah yang telah kudirikan ini." (2Tawarikh 6:33)
DEFINISI MISI
Pengertian dan paradigma yang keliru tentang misi dan pekerja misi banyak terdapat di gereja-gereja. Misi seakan menjadi satu kata yang asing atau menakutkan dan harus dijauhi. Bahkan, mungkin masih banyak yang menganggap misi adalah kategori pelayanan yang dikerjakan oleh orang-orang Barat. Sementara itu, yang lain berpikir bahwa misi itu pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh gereja yang besar dan kaya. Mustahil gereja kecil dan miskin bisa terlibat dalam pekerjaan misi. Lebih banyak lagi yang beranggapan bahwa mereka yang terlibat dalam pekerjaan misi adalah orang-orang tertentu saja, bukan bagianku. Bahkan ada gereja-gereja yang sama sekali tidak menaruh peduli dengan misi. Tidak ada waktu bagi mereka untuk memikirkan pekerjaan misi apalagi terlibat di dalamnya karena terlalu banyak yang harus dipikirkan oleh gereja. Singkatnya, banyak alasan bisa diangkat untuk menghindar dari misi. Padahal, bukankah misi adalah tugas dan tanggung jawab gereja yang paling utama?
Dari sekian banyak definisi misi yang ada, saya mengutip dua definisi yang sering saya pakai, yaitu definisi dari Advancing Church Mission Commitment (ACMC). Definisi ini dibuat dan disepakati oleh kira-kira 170 orang pimpinan gereja dan badan-badan misi. Yang pertama, misi adalah:
"Setiap usaha yang ditujukan dengan sasaran untuk menjangkau melampaui kebutuhan gereja Anda dengan tujuan untuk melaksanakan Amanat Agung dengan menyatakan Kabar Baik dari Yesus Kristus, menjadikan murid dan dikaitkan dengan kebutuhan yang utuh dari manusia baik jasmani maupun rohani."
Yang kedua, mengenai gereja misioner yang aktif dan sehat, digambarkan sebagai:
"Gereja yang mengambil sikap agresif dalam penginjilan sedunia. Setiap anggota jemaat melihat dirinya sebagai komponen kunci dalam menggenapi Amanat Agung dan memobilisasi sumber-sumber dayanya semaksimal mungkin untuk tugas ini."
Bishop Stephen Neil mengatakan, "Mission is the intentional crossing of barriers from church to non-church in word and deed for the sake of the proclamation of the Gospel." (Misi adalah setiap usaha sengaja untuk melintasi atau menerobos rintangan-rintangan dari gereja kepada non-gereja demi memproklamirkan Injil dalam kata dan karya.) Jadi, yang dikategorikan sebagai misi adalah pekerjaan yang memikirkan kebutuhan di luar tembok gereja. Berangkat dari definisi tersebut, setiap orang percaya mendapat hak istimewa untuk ambil bagian dalam pekerjaan misi, siapa pun dan apa pun kondisi kita, di mana pun dan kapan pun, masing-masing dengan cara dan ukuran yang sesuai dengan talenta yang Tuhan percayakan.
"WE ARE IN THE WORLD, BUT NOT OF THE WORLD"
Ungkapan ini berarti bahwa kita berada di dalam dunia, tapi bukan berasal dari dunia. Hal ini menegaskan bahwa gereja diciptakan oleh Allah sendiri, tidak seperti lembaga-lembaga lain di dunia ini. Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya yang ditebus oleh darah Yesus Kristus dan menjadi milik Allah demi kemuliaan-Nya. Gereja bukanlah gedungnya sekalipun gedung adalah sarana fisik yang diperlukan sebagai wadah bagi jemaat bersekutu dan tumbuh bersama sebagai murid-murid Kristus.
Walaupun demikian, cerita dalam Perjanjian Lama tentang tempat ibadah umat Allah yang berkaitan dengan bangunan fisik patut disimak. Kitab 1Tawarikh 29 menyaksikan Bait Allah dibangun dengan biaya (menurut perhitungan mata uang Indonesia waktu berada dalam puncak krisis ekonomi) lebih dari 20 trilyun rupiah. Dari sekian besarnya biaya itu, Raja Daud menyumbang kira-kira 100 ton emas dan kira-kira 200 ton perak murni ditambah dengan persembahan kasih dari jemaat yang menyumbang ratusan ton emas, ratusan ton perak murni, tembaga, dan barang-barang berharga yang lain. Ketika Bait Allah telah selesai dibangun dan ditahbiskan dalam 2 Tawarikh 6, Salomo berdoa, isinya antara lain penyataan dan permohonan kepada Tuhan untuk mendedikasikan tujuan dari pembangunan Bait Allah itu. Tujuan itu tercakup dalam 2Tawarikh 6:33, yaitu supaya melalui Bait Allah ini segala bangsa di bumi mengenal nama Allah yang disembah bangsa Israel. Kemegahan Bait Allah kemudian menjadi kesaksian bagi nama Tuhan Allah dengan luar biasa. Berikutnya, sejarah mencatat bahwa Bait Allah ini dihancurkan oleh musuh-musuh bangsa Israel. Allah tidak malu Bait Allah dihancurkan. Dia mengizinkannya. Daniel 1:2 menyaksikan bahwa Tuhan menyerahkan Yoyakim, Raja Yehuda dan sebagian perkakas rumah Allah ke dalam tangan Nebukadnezar. Salah satu sebabnya ialah karena Bait Allah tidak lagi menjadi kesaksian bagi segala bangsa di bumi seperti doa Raja Salomo dan tujuan semula Bait Allah ini didirikan.
Bait Allah Perjanjian Baru adalah tubuh kita (2Korintus 6:16). Bait Allah adalah juga gereja, dalam arti persekutuan orang-orang percaya. Bait Allah, baik tubuh kita secara pribadi maupun gereja dimaksudkan Allah agar menjadi kesaksian yang hidup tentang Allah yang hidup di dunia ini. Gereja dimaksudkan untuk menjadi "rumah doa bagi segala bangsa" dan membangun jembatan untuk memberkati dunia ini dan bukannya tembok pemisah yang membuat diri sendiri terkurung serta membuat kasih Allah tidak tampak bagi dunia ini.
Trilogi gereja harus dilakukan dengan seimbang dan penuh kejujuran di hadapan Allah, Sang Kepala Gereja. Ibadah (koinonia) yang menyangkut persekutuan jemaat, segala fasilitas dan kebutuhan di dalamnya seperti gedung gereja, kursi, alat musik, alat-alat kantor dan sebagainya harus dipenuhi dan dijalankan dengan sehat tanpa mengabaikan pelayanan sosial (diakonia) yang dilandasi kasih terhadap sesama dan tetap menaruh perhatian serius agar pelayanan misi dan penginjilan (marturia) berjalan juga. Jika salah satu dari tiang gereja ini tertinggal, kehidupan gereja akan pincang tanpa kita sadari. Perlahan-lahan hakikat gereja akan luntur, tidak lagi menjadi garam yang menggarami, tidak lagi menjadi kumpulan orang-orang kudus yang memuliakan Tuhan, tapi akan mati dan hancur serta menjadi semacam perkumpulan sosial yang bertemu setiap hari Minggu. Gereja tidak lagi menjadi refleksi keluarga Allah, tapi menjadi klub sosial. Dalam keluarga, yang paling kecil dan paling lemah akan mendapat banyak perhatian, tapi dalam klub sosial yang terkuat dan terkaya akan mendapat perhatian paling banyak.
Ketika menyucikan Bait Allah kembali kepada fungsinya yang seharusnya, Yesus mengutip Yesaya 56:7 dan Yeremia 7:11 dengan menegaskan, "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa" (Markus 11:17). Penyataan ini sekaligus bisikan untuk gereja masa kini. Mendirikan gereja bukanlah untuk mendirikan gedung yang dibatasi tembok pemisah dari dunia luar, tapi agar orang percaya membangun rumah doa bagi segala bangsa di mana di dalamnya ada mezbah bagi Tuhan dan para imam Perjanjian Baru, yaitu orang-orang percaya, umat tebusan-Nya, yang menaikkan syafaat bagi segala suku dan bangsa.
Dari keempat Injil, hanya Injil Yohanes yang diakhiri dengan perintah penggembalaan. Sementara itu, Injil Matius, Markus, dan Lukas diakhiri dengan perintah misi dan penginjilan (PI). Bukan berarti penggembalaan mendapat tempat yang lebih kecil daripada misi dan PI, namun tugas penggembalaan tidak boleh menjadi status quo, menjadi tugas akhir tanpa tujuan. Kedewasaan jemaat harus tercermin dari keterlibatan dan perhatian mereka terhadap misi dan PI sehingga gereja tetap menjadi alat Tuhan yang membawa kasih-Nya bagi dunia ini dalam bentuk nyata, baik berkat rohani maupun jasmani untuk kemuliaan nama-Nya.
Gereja harus bisa menyuarakan firman Allah agar nama-Nya disembah di seluruh bumi. Kebenaran-Nya harus diberitakan di antara segala bangsa dan suku-suku bangsa. Gereja harus mewujudnyatakan kesaksiannya itu kepada dunia. Allah terlalu kecil jika hanya disembah di dalam gereja kita saja. Allah terlalu kecil jika hanya disembah oleh bangsa Indonesia saja. Allah kita adalah Allah yang Mahabesar yang harus diwartakan ke seluruh penjuru bumi hingga segala bangsa, suku bangsa, kaum, dan bahasa mengenal Dia dan sujud menyembah-Nya. Demikianlah seruan pemazmur:
"Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Sebab TUHAN Maha Besar dan terpuji sangat, ia lebih dahsyat daripada segala Allah.

Sebab segala Allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi Tuhanlah yang menjadikan langit.
Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya.
Kepada Tuhan, hai suku-suku bangsa, kepada Tuhan sajalah kemuliaan dan kekuatan!
Berilah kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya.
Sujudlah menyembah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi.
Katakanlah di antara bangsa-bangsa: "Tuhan itu Raja! Sungguh tegak dunia, tidak goyang. Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran ...." (Mazmur 96:3-10)
Bahan diambil dari sumber:
Judul buku:Misi dari dalam Krisis
Judul artikel:Hakekat Gereja
Penulis:Bagus Surjantoro
Penerbit:Obor Mitra Indonesia, Jakarta 2003
Halaman:27 - 33

Makna Perjamuan Kudus


1 Korintus 11:24-26
Perjamuan kudus adalah sesuatu yang sakral, kudus, suci. Disebutkan sakral karena dalam perjamuan kudus kita bersekutu dengan Tuhan melalui roti dan anggur yang dilambangkan sebagai tubuh dan darah Yesus. Ini perlu kita ketahui sehingga kita tidak kehilangan kuasa dan makna perjamuan kudus. Sebab ada orang Kristen yang mengikuti perjamuan kudus hanya sebagai rutinitas atau kebiasaan. Walaupun juga banyak yang mengikutinya karena ketaatan kepada Firman serta hasrat yang tinggi karena manfaat besar dari perjamuan kudus. Untuk itu kita perlu mengerti makna dari perjamuan kudus.
Berikut saya kutip 6 (enam) makna dari perjamuan kudus ;
1)    Perjamuan Kudus merupakan peringatan kematian dan kebangkitan Kristus. Dalam Matius 28:19-20 Yesus menyampaikan amanat agung tentang tugas dan tanggung jawab setiap orang percaya, yaitu memberitakan kabar tentang Yesus. Kita menjadi saksi-saksi kebenaran dari Injil supaya banyak orang percaya dan menerima keselamatan di dalam Yesus. Dan ketika kita menerima perjamuan kudus, kita sudah ambil bagian dalam pemberitaan kematian Tuhan Yesus.
“Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (1 Korintus 11:26). Mungkin kita kurang mampu berkata-kata dalam bersaksi kepada orang lain, tetapi waktu kita melakukan perjamuan kudus, maka kita sudah turut memberitakan kematian dan kebangkitan Yesus.
Juga, ketika kita menerima perjamuan kudus, kita sedang menyatakan kepada dunia bahwa Kristus telah mati untuk keselamatan umat manusia. Kematian Yesus adalah untuk penebusan dosa semua orang yang percaya kepadaNya. Acapkali kita jatuh dalam dosa, namun perjamuan kudus mengingatkan kita bahwa ada pengampunan dan penyucian atas dosa-dosa kita. Yesus Kristus sudah mati untuk menebus semua dosa kita asalkan kita percaya kepadaNya dan mengakui semua dosa kita (1 Yohanes 1:9). Jadi waktu kita menerima perjamuan kudus, kita juga menyatakan diri bahwa kita adalah orang yang sudah diampuni dan dikuduskan Tuhan
2)    Suatu ucapan syukur dan berkat atas keselamatan yang disediakan oleh Kristus. Waktu kita masuk dalam perjamuan kudus, pada saat yang sama kita sedang menyatakan berkat Tuhan dalam hidup kita, dan sekaligus rasa syukur atas segala keselamatan yang kita terima. Markus 14:22-23. Waktu kita menikmati perjamuan kudus, kita menikmati berkat Tuhan. Dan berkat ini bukan hanya untuk diri kita tetapi untuk dibagi-bagikan kepada orang lain. Dan kalau kita memberi kita pasti akan menerimanya. Setiap kita menabur maka kita akan menuai. Kita menerima berkat dan harus menjadi berkat bagi orang lain. 2 Korintus 9:6-8 – kalau kita rela menjadi berkat, kita akan menuai lebih banyak lagi berkat Tuhan. Karena itu sebagai orang Kristen kita tidak perlu takut kekurangan berkat. Sebab apabila kita menerima berkat dan menjadi berkat maka hidup kita pasti berlimpah oleh anugerah Tuhan.
Waktu kita menikmati perjamuan kudus, itu juga sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan yang sudah menebus dan memberikan keselamatan kepada kita. Karena itu mengikuti perjamuan Tuhan harus dengan sukacita, jangan dengan sakit hati atau dendam tetapi dengan ucapan syukur.

3)    Suatu persekutuan orang percaya dengan Kristus dan semua anggota tubuh Kristus. Perjamuan kudus membuat kita semua menjadi satu di dalam Kristus. 1 Korintus 10:16-17. Korban Kristus mempersatukan kita semua. Jadi, kalau kita dengan sungguh-sungguh menerima perjamuan kudus maka hubungan yang kurang harmonis pasti dipulihkan. Tubuh dan darah Yesus telah menyatukan kita semua, orang-orang yang berdosa dan yang diampuni. Namun kalau perjamuan kudus kita lakukan hanya sebagai rutinitas saja, maka hubungan kita sulit untuk dipulihkan. Ironisnya adalah bahwa ada anak-anak Tuhan yang tidak mau mengambil atau turut dalam perjamuan kudus karena belum bisa mengampuni orang lain. Tapi korban Kristus mengampuni dan memulihkan semua anggota tubuh Kristus. Anggota tubuh Kristus berarti semua orang-orang yang percaya, tidak perduli dari gereja mana, dari kota mana, suku apa, atau apa latar belakang. Karena satu tubuh, kita menjadi satu perasaan, sepenanggungan satu dengan yang lain sesama tubuh kristus.
4)    Pengakuan dan penyerahan kita untuk melakukan kehendak dan misi-Nya. Menerima perjamuan kudus juga merupakan kesediaan kita untuk melakukan perintah Tuhan. Sebagai anak Tuhan kita musti melakukan kehendak Tuhan, taat dan mengikuti seluruh kehendak Tuhan. Matius 26:28 – korban Yesus di salib adalah bentuk ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa. Akibat ketaatan itu dosa banyak orang diampuni. Jadi Yesus menjadi teladan utama kita tentang ketaatan kepada kehendak Bapa.
5)    Pengharapan orang percaya akan bersama-sama masuk dalam perjamuan besar di sorga. Semua orang rindu masuk sorga. Dan mengikuti perjamuan kudus adalah sebagai pernyataan kerinduan kita untuk masuk sorga. Namun kita bukan hanya rindu masuk surga tetapi duduk bersama dengan Yesus dalam perjamuan besar di sorga. Matius 26:29. Mungkin ini seakan-akan sebuah mimpi, tetapi sebenarnya kalau kita melakukan perjamuan kudus dengan sungguh-sungguh, maka hal itu akan menjadi kenyataan kelak. Lukas 22:30.
6)    Merupakan tindakan iman menyambut kedatangan Yesus yang keduakali. Kita harus tetap menantikan kedatangan Yesus keduakali. Waktu kita masuk dalam perjamuan kudus, itu sebagai pernyataan bahwa kita tetap menanti kedatangan Yesus keduakali. Kita tidak tahu waktu kedatangan Yesus, tetapi mari persiapkan diri kita. Oleh sebab itu orang yang mengikuti perjamuan kudus musti mengalami pertumbuhan rohani sampai nanti sempurna untuk menyambut kedatangan Yesus keduakali.
Jadi kita harus sungguh-sungguh mengerti apa dan mengapa kita melakukan perjamuan kudus, sehingga berkat dari perjamuan kudus nyata dan kita alami dalam hidup ini. Tuhan memberkati! 

PERJAMUAN KUDUS ADALAH SYAHADAT PENGAKUAN IMAN DALAM GEREJA TIBERIAS INDONESIA...SESATKAH???

PERJAMUAN KUDUS DAN MINYAK URAPAN YANG MENJADI CIRI KHAS GEREJA TIBERIAS INDONESIA,YANG "KATANYA" DIAJRKAN LANGSUNG OLEH TUHAN YESUS KEPADA PDT.DR.YESAYA PARIADJI 
Tuhan Yesus telah memberi pewahyuan kepada Bapak Pdt. Dr. Yesaya Pariadji, Gembala Sidang Gereja Tiberias Indonesia, untuk mengembalikan kuasa Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan pada akhir zaman.
Berikut adalah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus secara langsung kepada Bapak Pdt. Dr. Yesaya Pariadji untuk kita diucapkan sewaktu akan menerima Tubuh dan Darah Yesus.


I. KITA ANGKAT ROTI: YANG AKAN DIBENTUK MENJADI TUBUH KRISTUS
“Inilah roti yang turun dari Sorga, inilah tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib.”
1. Pertama: Yang memberikan keselamatan, yang memberikan hidup kekal di dalam Kerajaan Sorga. Dasar Firman Allah di dalam Yohanes 6:51 & 58 demikian: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”
2. Kedua: Untuk menyempurnakan tubuhku agar sehat sempurna. Untuk menyempurnakan jiwa dan rohku dan agar dibangkitkan pada akhir zaman. Dasar Firman Allah di dalamYohanes 17:23 demikian: “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Yohanes 6:54 demikian: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman”.
3. Ketiga: Inilah tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib yang tertikam, tertombak, agar kami tidak terkapar di meja operasi, agar kami tidak terkapar di rumah sakit, agar kami tidak lumpuh, agar kami tidak pikun, tidak koma, dan tidak terkapar di rumah sakit atau ruang ICU. Aku tolak kanker, aku tolak tumor.Dasar Firman Allah di dalam Yesaya 53:3-5 demikian: “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”
(mari kita makan Tubuh Kristus)
_____________________________________________________________________________________

II. KITA ANGKAT ANGGUR: YANG AKAN DIBENTUK MENJADI DARAH KRISTUS.


Di dalam nama Tuhan Yesus, inilah darah Yesus Kristus yang tertumpah di atas kayu salib, sebagai perjanjian yang baru dan kekal.

1. Pertama: Yang memberikan pengampunan atas dosa-dosa kami dan kami semua berjanji untuk hidup di dalam pertobatan.Dasar Firman Allah di dalam Matius 26:27-28 demikian: "Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa."
Ibrani 9:22 demikian: "Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan."

2. Kedua: Untuk menyucikan dan menguduskan kami, agar kami semua termeterai sebagai warga SorgaKami berdoa mempunyai rumah di Sorga dan di bumi. Dasar Firman Allah di dalamYohanes 14:2-3 demikian: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.” Yohanes 17:22 demikian: “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.”

3. Ketiga: Di dalam nama Tuhan Yesus, oleh darahNya, oleh bilur-bilurNya kita semua disembuhkan. Mulai hari ini kami semua tidak akan migrain, tidak akan sakit kepala, tidak akan vertigo, tidak akan pendarahan. Kami tolak sakit kista dan tumor, kami tolak sakit jantung, kami tolak sakit paru-paru, kami tolak sakit lever, kami tolak sakit ginjal, kami tolak sakit diabetes, kami tolak sakit hepatitis, kami tolak darah tinggi dan darah rendah, kami tolak penyakit kulit. Darah Kristus membalut dan menyembuhkan segala penyakitku (…sebutkan sakit anda masing-masing). Dasar Firman Allah di dalam Yesaya 53:5 demikian: “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”
1 Petrus 2:24 demikian: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.”

4. Keempat: Di dalam nama Tuhan Yesus, Tuhan Yesus yang mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus ini lebih dari Roti Manna.Dasar Firman Allah di dalam Yohanes 6:30-3 demikian: "Maka kata mereka kepada-Nya: Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihat dan percayakepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: "Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan memberikan hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi." Keluaran 16:12-13,35 demikian: "...Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, Allahmu. Pada waktu petang datanglah berduyun-duyun burung puyuh yang menutupi perkemahan itu; dan pada waktu pagi terletaklah embun sekeliling perkemahan itu. orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan."Ulangan 8:4 demikian: "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini."

Bangsa Israel dengan Roti Manna menuju Tanah Perjanjian selama 40 tahun di Padang Gurun.
  • Pertama: Setiap hari, selama 40 tahun, tinggal makan tidur . Artinya, kami tidurpun diberkati.
  • Kedua: Dengan Roti Manna selama 40 tahun, setiap hari Jubah baru (baju baru). Artinya, kami mulia, siap terbang ke Sorga.
  • Ketiga: Dengan Roti Manna selama 40 tahun, setiap hari kasut baru (sepatu baru). Artinya, kami tidak jadi ekor, kami menjadi kepala. Kami tidak turun tapi naik. Kita tolak gagal, kami tolak miskin, kami tolak bangkrut, kita tolak kekurangan, kita tolak hutang-hutang pribadi.
(mari kita minum Darah Kristus)


BAGAIMANAKAH TANGGAPAN PDT.BUDI ASALI TENTANG PENGAJARAN PDT.YESAYA PARIADJI?

SETELAH ANDA MEMBACANYA BAGAIMANA TANGGAPAN ANDA SESATKAH ATAU TIDAK DITENTUKAN OLEH PANDANGAN ANDA MASING"

Pembahasan mengenai ajaran Yesaya Pariadji 

dari GBI Tiberias

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.

II. Ajaran-ajaran Pdt. Yesaya Pariadji

Berbeda dengan kalangan Pentakosta dan Kharismatik pada umumnya, ia tidak bicara sama sekali tentang bahasa Roh (setidaknya demikianlah yang ada dalam majalahnya). Jadi dalam persoalan ini dia lebih waras dari pada kebanyakan orang Pentakosta dan Kharismatik.
Tetapi ia mempunyai banyak kegilaan-kegilaan yang lain.

1)  Doktrin / ajaran keselamatan karena perbuatan baik.

Saya akan memberikan banyak kutipan kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji yang menunjukkan bahwa ia memang mempercayai, dan bahkan sangat menekankan, doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat ini.
a)   Ia disayangi oleh Tuhan, karena ia membaca Alkitab.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Setelah saya baca Alkitab maka saya disayangi Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 11.
Tanggapan saya:
1.   Kalau kasih Tuhan kepada kita tergantung perbuatan baik kita, maka jelas bahwa ini berbau ajaran keselamatan karena perbuatan baik!
2.   Bukan karena apapun yang kita lakukan maka kita dikasihi oleh Tuhan, karena Ro 5:8-10 menunjukkan bahwa kita sudah dikasihi oleh Tuhan ketika kita masih seteru / berdosa.
Bdk. Ro 5:8-10 - “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
Bahkan dalam Ef 1:4-5 dikatakan bahwa dalam kasih, Allah telah memilih kita untuk menjadi anak-anakNya, sebelum dunia dijadikan.
b)   Untuk bisa masuk surga / menjadi warga Kerajaan Surga, kita harus hidup kudus / suci.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Maka itu dalam hal ini saya tekankan kepada Saudara harus hidup kudus jangan dosa; apa itu dusta, apa itu curi, apa itu cabul, apa itu zinah dan yang lain sebagainya, karena orang-orang yang demikian tidak berhak masuk ke dalam kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jadi kalau Anda ingin masuk Sorga, Anda harus sinkron atau sejalan dengan konsep Allah yang artinya siap menjadi kudus. Bila Anda sebagai suami harus menjadi imam yang kudus dan sebagai istri harus mendampingi suami agar keluarga menjadi suci dan kudus hingga masuk ke Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 17.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Tuhan Yesus memerintahkan kepada saya untuk mengatakan apa yang saya dengar di Sorga; harus saya sampaikan. Untuk menyerukan dan menyampaikan, bahwa kita semua, Anda semua, agar bisa melewati pintu Sorga, dituntut untuk berpikir yang kudus, berkata yang kudus, harus kudus segala perbuatan dan tingkah laku kita” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 7.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Hanya orang-orang yang suci dan orang-orang yang kudus yang termeterai dan tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“siapapun yang tidak hidup di dalam kekudusan, siapapun yang tidak hidup suci, jangan berharap untuk bisa mengerti Firman Allah, ... Lebih-lebih jangan berharap untuk dicatat sebagai warga Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 35.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Tugasmu untuk mempersiapkan jemaat yang kudus, untuk mempersiapkan jemaat yang menuju Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“manusia harus suci pikirannya, harus suci perkataannya, harus suci segala perbuatannya; yaitu syarat untuk bisa memandang kemuliaan Allah di Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 9.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Kamu harus mempersiapkan Jemaat yang suci, Jemaat yang Kudus untuk menyambut kedatanganNya yang kedua kali, Yesus Kristus Tuhan Allahmu akan datang kembali untuk menghakimi seluruh umat manusia. Lakukanlah perintah-perintahnya, lakukanlah perintah-perintah Yesus Kristus Tuhan Allahmu, bila kamu tidak melakukan perintah-perintahnya kamu juga bisa dilempar dari hadapannya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 40.
c)   Ia dan istrinya tercatat sebagai warga Kerajaan Surga, karena ia (Pdt. Yesaya Pariadji) bisa menjadi seorang imam yang kudus dalam rumah tangganya, dan karena mereka berjanji untuk hidup suci dalam rumah tangga mereka.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“tangan Tuhan Yesus menunjuk suatu buku yang sangat besar, ... saya mendengar kalimat, suaraNya: Pariadji, lihat ... namamu tercacat di Sorga sebagai warga Kerajaan Sorga ... Satu halaman dengan istrimu, Etty Darniaty ... Mengapa nama saya dan nama istri saya tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga? Kalimat yang kedua, Tuhan Yesus berkata kepada saya: Karena kamu bisa menjadi seorang imam yang kudus di dalam rumah tanggamu - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya dan istri memang tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga. Kami memperoleh janji yang sangat indah, kami dijanjikan akan diundang ke Sorga, karena kami berjanji hidup yang suci di dalam rumah tangga kami” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 6.
d)   Untuk bisa menjadi warga Kerajaan Surga, kita harus melakukan sakramen-sakramen yang benar.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Untuk dimeteraikan sebagai warga Kerajaan Sorga, kita harus melakukan baptisan yang benar, dan Sakramen-sakramen yang suci dan kudus, yang benar, yang benar-benar sesuai kehendak Allah. Dan sakramen-sakramen yang benar akan diberikan tanda-tanda yang penuh Kuasa dan Mukjizat-mukjizat Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Untuk menjadi warga Kerajaan Sorga, anda harus dibaptis selam sesuai dengan firman Tuhan. (Yohanes 3:5)” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 38.
Tanggapan saya:
1.   Yoh 3:5 - “Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah”.
Ada bermacam-macam penafsiran tentang arti dari kata ‘air’ di sini. Memang ada yang menafsirkan ‘air’ di sini sebagai baptisan, tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran ini. Tetapi kalaupun penafsiran ini mau diterima, itu hanya menyatakan baptisan, lalu dari mana Pdt. Yesaya Pariadji mendapatkan keharusan ‘selam’nya?
2.   Juga, bagaimana dengan penjahat yang bertobat di sisi Yesus? Ia tidak pernah dibaptis, apalagi dibaptis selam; jadi dia tidak masuk Sorga, dan kata-kata Yesus kepadanya dalam Luk 23:43 itu salah?
e)   Orang yang suci / saleh tidak akan takut pada saat mau mati.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Orang-orang yang sudah hidup suci dan saleh, yang hidup berkenan sesuai dengan kehendak Allah, menjelang kematiannya, menjelang masuk alam roh, pasti dengan damai, tidak akan ada rasa takut untuk menghadapi kematian” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 5.
f)    Seseorang dimeteraikan dengan Roh Kudus pada saat ia dibaptis.
Pdt. Drs. Yesaya PariadjiPada saat Anda dibaptis, Anda dimeteraikan oleh Roh Kudus sebagai warga Kerajaan Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 8.
Tanggapan saya:
1.   Pemeteraian dengan Roh Kudus itu merupakan jaminan keselamatan kita.
2Kor 1:21-22 - “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”.
Kalau pemeteraian itu terjadi karena baptisan, maka itu menunjukkan bahwa kita diselamatkan karena usaha / perbuatan baik kita.
2.   Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa pemeteraian dengan Roh Kudus terjadi ketika seseorang dibaptis. Ini sama sekali tidak sesuai dengan Kitab Suci, karena Paulus dalam Ef 1:13 mengatakan bahwa pemeteraian dengan Roh Kudus itu terjadi ketika seseorang percaya.
Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.
g)   Pdt. Yesaya Pariadji menggunakan Mat 5:8 dan Ibr 12:14 sebagai dasar ajaran sesatnya ini.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Bila Tuhan Yesus berkata: ‘Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah’, maka saya dapat mengatakan; firman Allah yang menjanjikan; asal Anda betul-betul hidup di dalam kekudusan, pasti Anda bisa berdoa: ‘Tuhan Yesus ijinkan hamba agar mempunyai pengalaman untuk melihat kemuliaanMu di Sorga.’ Anda harus memperhatikan firman Allah yang berkata: ‘Tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Allah.’ - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 5.
Catatan: kutipan ayat diambil dari Mat 5:8 dan Ibr 12:14.
Tanggapan saya:
1.   Kita tidak bisa menyucikan / menguduskan diri kita sendiri.
Memang orang yang tidak suci hatinya tidak akan melihat Allah (Mat 5:8), dan memang tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan (Ibr 12:14). Tetapi bagaimana seseorang bisa suci hatinya? Bagaimana seseorang bisa mempunyai kekudusan? Dengan mengusahakannya dengan kekuatannya sendiri? Kalau saudara mengatakan ‘ya’, maka coba perhatikan gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.
Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Yesaya mengatakan ‘segalakesalehan kami seperti kain kotor’.
Sekarang, kalau ‘segala kesalehan’ kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan ‘dosa’ kita? Perhatikan ayat di bawah ini.
Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.
Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi kelihatannya yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan darah yang dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.
Dengan demikian Kitab Suci menggambarkan segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan! Merupakan suatu kegilaan kalau kita berpikir bahwa dengan hal-hal menjijikkan itu kita bisa layak untuk masuk surga!
Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan baik, dan saudara bisa mengusahakan kesucian / kekudusan dengan kekuatan saudara sendiri, renungkan bagian ini!
Keberatan: Tetapi mengapa dalam Kitab Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang yang saleh, tak bercacat, seperti Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?
Jawab: Itu harus diartikan hanya dalam perbandingan dengan orang-orang lain di sekitar mereka. Tetapi kalau kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan / Kitab Suci, maka jelas mereka tetap penuh dengan dosa.
Ro 3:10-12,23 - “seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
2.   Kita hanya bisa disucikan / dikuduskan oleh penebusan / darah Kristus, dan itu kita terima kalau kita beriman / percaya kepada Yesus.
Tit 2:13b,14 - “Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Ibr 9:14 - “betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akanmenyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
Ibr 10:10,14 - “(10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. ... (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.
Kesimpulan: kita tidak bisa diselamatkan / melihat Allah dengan mengusahakan sendiri kesucian itu, tetapi dengan percaya kepada Kristus, sehingga disucikan oleh darahNya.
h)   Pdt. Yesaya Pariadji juga menggunakan Wah 21:27 untuk mendukung pandangan sesatnya.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Orang-orang yang hidup cemar, yang hidup najis, para pendusta, orang yang hidup keji dan kejam, tidak tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga. Di dalam Wahyu 21:27, dikatakan demikian: ‘Tetapi tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta tetapi hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu.’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 8.
Tanggapan saya:
1.   Lagi-lagi, seseorang bisa tidak najis, hanya karena penyucian oleh penebusan / darah Kristus, yang ia terima karena ia percaya kepada Yesus.
Tit 1:15 - “Bagi orang suci (orang kristen / orang percaya) semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
2.   Dalam Kitab Suci memang ada ayat-ayat yang seolah-olah mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, seperti Wah 21:27 di atas, dan juga ayat-ayat lain yang sejenis, seperti:
Mat 7:21 - “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga”.
Yoh 5:28-29 - “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum”.
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:
a.   Kalau kita menafsirkan bahwa ayat-ayat ini mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, maka kita akan bertentangan dengan sangat banyak ayat-ayat yang menekankan bahwa keselamatan / pembenaran terjadi hanya karena iman saja pada point a) di bawah. Dan kita tidak boleh menafsirkan suatu ayat sehingga bertentangan dengan ayat lain dalam Kitab Suci.
b.   Iman yang sejati / sungguh-sungguh harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26).
Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Ef 1:13-14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal 5:22-23).
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
c.   Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja
dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.
Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan.



----------------------------------------------------------------------------------------
tak ada perbuatan baik/total depravity                                       ada perbuatan baik
(Kej 6:5  Ro 6:20  Tit 1:15)                                                      (Gal 5:22-23)  
selamat (Luk 19:9)
Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.
Perhatikan bahwa keselamatan terjadi begitu seseorang beriman, dan baru setelah itu muncul perbuatan baik, sebagai buah Roh Kudus dalam kehidupan orang itu. Karena itu tidak mungkin perbuatan baik itu yang menyelamatkan, karena keselamatan itu sudah ada sebelum perbuatan baik itu ada.
d.   Kalau memang yang menyelamatkan adalah imannya, dan bukan perbuatan baiknya, lalau mengapa beberapa ayat dalam Kitab Suci seolah-olah menunjukkan bahwa perbuatan baiknya yang menyelamatkan?
Jawab: karena iman tidak terlihat, tetapi perbuatan baik terlihat. Dengan demikian kadang-kadang perbuatan baik itulah yang dibuat patokan. Tetapi bagaimanapun, adanya perbuatan baik / pengudusan, membuktikan adanya iman. Dan yang menyebabkan kita diselamatkan adalah iman, bukan perbuatan baik.
Saya berpendapat bahwa doktrin ‘keselamatan karena perbuatan baik’ ini merupakan kesesatan utama dari Pdt. Yesaya Pariadji! Jelas bahwa Pdt. Yesaya Pariadji tidak menganut semboyan Reformasi ‘Sola Gratia’ (= Hanya Kasih Karunia) dan ‘Sola Fide’ (= Hanya Iman). Ajaran yang alkitabiah dan injili menyatakan bahwa kita diselamatkan semata-mata karena penebusan Kristus yang kita terima hanya oleh / melalui iman. Dan ini sepenuhnya merupakan anugerah dari Tuhan.
Jemaat Galatia merupakan hasil penginjilan Paulus, dan mereka menerima doktrin keselamatan hanya karena iman. Tetapi setelah Paulus meninggalkan Galatia, lalu muncul nabi-nabi palsu dari kalangan Yudaisme / agama Yahudi, yang lalu mengajarkan kepada mereka bahwa hanya iman tidaklah cukup, mereka juga harus disunat, dan menuruti hukum Taurat. Untuk menangani kesesatan itulah Paulus lalu menulis surat Galatia, yang sangat menekankan keselamatan karena iman saja. Dan dalam Gal 1:6-9 Paulus berkata: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.
Saya berpendapat bahwa text ini cocok untuk Pdt. Yesaya Pariadji, karena ia memang memberitakan ‘Injil yang lain / berbeda’, yang sebenarnya bukan Injil!
Dasar dari doktrin ‘keselamatan hanya karena iman’:
a)   Ayat-ayat Kitab Suci seperti:
Kis 15:1-2 - “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.
Ro 9:30-10:3 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
Gal 2:16,21 - “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat. ... (21) Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.
Gal 3:1-14 - “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil? Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: ‘Olehmu segala bangsa akan diberkati.’ Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.’ Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman.’ Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu”.
Gal 5:1-5 - “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan”.
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Fil 3:9 - “dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitukebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
b)   Ro 3:23-24 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.
Ro 3:24 ini menyatakan bahwa kita dibenarkan ‘dengan cuma-cuma’ / ‘gratis’, dan ini tidak mungkin kalau perbuatan baik kita mempunyai andil dalam menyelamatkan diri kita.
c)   Penjahat yang bertobat di sisi Yesus masuk Firdaus / surga (Luk 23:43), padahal ia nyaris tidak mempunyai perbuatan baik apapun.
d)   Kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Tuhan Yesus (Yoh 19:30), yang menunjukkan bahwa penebusan yang Ia lakukan adalah penebusan yang sempurna. Ia menderita dan mati bukan hanya untuksebagian dosa kita, tetapi untuk semua dosa kita.
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Bandingkan pandangan Pdt. Yesaya Pariadji, yang mempercayai ‘keselamatan karena perbuatan baik’ itu, dengan 2 kutipan di bawah ini:
Martin Luther“The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.
Archbishop William Temple yang dikutip oleh John Stott sebagai berikut:
“All is of God. The only thing of my very own which I contribute to my redemption is the sin from which I need to be redeemed” (= Semua dari Allah. Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku adalah dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The Preacher’s Portrait’, hal 44-45.
Ada lagi orang-orang yang menganut ajaran ‘keselamatan karena iman + perbuatan baik’. Ini juga merupakan ajaran sesat, dan ajaran ini biasanya didasarkan pada Yak 1:14-26. Karena penjelasannya cukup panjang, maka saya letakkan pembahasannya pada Apendix I di belakang (Exposisi dari Yak 2:14-26).

2)  Bertentangan dengan Sola Scriptura / Hanya Kitab Suci.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya diperintahkan untuk mempelajari kisah nabi-nabi besar yang menjadi sahabat-sahabat Allah, yang akrab dengan Allah. Dengan sendirinya untuk disampaikan kepada anda. Saya mempelajari bagaimana kisah nabi Henokh di angkat ke Sorga, melalui kitab-kitab lain, atau kitab-kitab Talmud bangsa Israel. Disebutkan, Allah memberi perintah untuk mengurapi Henokh dengan minyak urapan, sebelum menghadap tahta Allah. Nabi Yesaya di angkat ke Sorga sebelum dipanggil untuk melayani” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 10.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya banyak membaca buku tentang orang Yahudi seperti kitab Talmut. Disitu banyak kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang di dalamnya ditulis pengalaman Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya bahwa Yesaya waktu diangkat ke Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena waktu saya dulu diangkat ke Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya dikhotbahi oleh Tuhan Yesus, saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara membaptis yang benar dan banyak lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada saya. Maka diwaktu saya membaca kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90 pasal. Misalnya, di waktu Yesaya ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana Henokh bercerita pada Yesaya bahwa dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang Mahakuasa memanggil Michael kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh baru boleh dia menghadap kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak urapan. Jadi orang-orang Yahudi pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ... Jadi bila dulu Henokh diurapi maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh kuasa. ... Maka saya mengutip dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi Tuhan dengan minyak urapan itu baru dia bisa menghadap ke tahta Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Henokh pernah bertanya kepada Tuhan, kalau orang mati itu rohnya mau kemana? Ternyata dia diperlihatkan alam roh dimana alam roh ada Sorga, ada Nerakanya, ada banyak Malaikat dan banyak setannya juga. Maka itu saya penasaran lagi, hingga saya cari bukunya Henokh dan puji Tuhan, saya mendapatkannya. Disitu dikatakan, bahwa Henokh diangkat oleh Tuhan bersama tubuhnya untuk diperlihatkan Sorga, neraka, malaikat, dan setan. Lalu dia bertanya juga pada Tuhan: ‘Tuhan kalau orang berdosa mati ditaruh di mana?’ Maka Henokh diperlihatkan Neraka dimana orang-orang berdosa dimasukkan ke Neraka dan diterkam oleh setan-setan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Buku Henokh itu termasuk dalam Apocrypha, dan Talmut / Talmud itu adalah kitab Yahudi yang sesat!
Menggunakan kitab-kitab ini sebagai dasar ajaran / praktek merupakan sesuatu yang sesat, dan bertentangan dengan Sola Scriptura (= only Scripture / hanya Kitab Suci), yang juga merupakan semboyan Reformasi! Kalau dalam point no 1 di atas tadi Pdt. Yesaya Pariadji bertentangan dengan Sola Fide dan Sola Gratia, maka sekarang dalam point no 2 ini, ia bertentangan dengan Sola Scriptura. Jadi lengkaplah pertentangannya dengan ketiga ‘Sola’ yang merupakan ciri khas dan semboyan dari gereja-gereja Reformasi / gereja-gereja yang Alkitabiah dan Injili!
Pdt. Yesaya Pariadji seharusnya memperhatikan peringatan Tuhan kepada siapapun yang menambahi ataupun mengurangi FirmanNya.
·        Wah 22:18-19 - “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.
·        Amsal 30:6 - “Jangan menambahi firmanNya, supaya engkau tidak ditegurNya dan dianggap pendusta”.

3)  Mengajarkan ajaran sesat Sabelianisme.

Ajaran tentang Allah Tritunggal yang benar mengatakan bahwa Allah mempunyai satu hakekat dalam 3 pribadi. Tetapi ajaran Sabelianisme mengatakan bahwa Allah bukannya mempunyai 3 pribadi yang berbeda, tetapi 3 perwujudan. Dalam penciptaan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, dalam penebusan sebagai Anak, dan dalam pengudusan sebagai Roh Kudus. Mereka berkata bahwa di dalam Kristus,Allah Bapa sendiri telah berinkarnasi sebagai Anak dan menderita.
Dari Yoh 1:1 yang berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”, terlihat dengan jelas bahwa ‘Allah (Bapa)’ dan ‘Firman / Yesus’ dibedakan. Juga dari adanya saling mengasihi, saling utus, saling bicara antara pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal, haruslah disimpulkan bahwa Allah Tritunggal bukan mempunyai 3 perwujudan, tetapi 3 pribadi.
Bahwa Pdt. Yesaya Pariadji mengajarkan ajaran ini (secara sadar atau tidak), terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“pada saat itu juga saya gemetar, dan takut digandeng malaikat menuju ke awan-awan, dan diperhadapkan dengan Tuhan Yesus sebagai Allah Bapa - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 40.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“... Tuhan Yesus menyatakan kemuliaanNya sebagai Allah Bapa, di mana Tuhan Yesus berkata: barangsiapa melihat Aku, ia melihat Allah Bapa” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 9.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“... diperlihatkan kemuliaan Tuhan Yesus, keagungan Tuhan Yesus sebagai Allah Bapa, sebagai Allah Bapa yang Maha Kuasa, ...” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 7.

4)  Tuhan Yesus mengajari dia bahwa baptisan harus selam.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Biarlah pada saat ini juga saya dilempar ke api neraka, bila Tuhan Yesus tidak mengajar saya, bahwa manusia harus dibaptis selam” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 38.
Banyak orang menganggap Mat 3:16 sebagai dasar baptisan selam, karena di sana dikatakan bahwa sesudah dibaptis, Yesus ‘keluar dari air’. Juga orang-orang yang mengharuskan baptisan selam mengatakan bahwa kata Yunani BAPTO / BAPTIZO berarti ‘merendam’ / ‘mencelup’. Tetapi ini salah, karena:
a)   Kata bahasa Yunani BAPTO / BAPTIZO tidak selalu berarti ‘merendam’ / ‘mencelup’ seperti dalam:
1.   Mark 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya halmencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.
KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).
Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.
Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.
2.   Luk 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci (EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.
Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.
3.   Ibr 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.
Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.
Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.
NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan).
RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian)
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.
Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan ‘selam' / 'celup’, tetapi ‘percik’.
4.   1Kor 10:2 - “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis (EBAPTISANTO) dalam awan dan dalam laut”.
Dua hal yang harus diperhatikan:
·        Orang Israel berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air adalah orang Mesir!
·        Awan tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20). Juga awan itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan baptisan percik, bukan selam.
Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!
Barnes’ Notes“This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka) - hal 745.
b)   Cerita tentang baptisan terhadap Tuhan Yesus ini merupakan bagian yang bersifat descriptive (= menggambarkan).
Perlu diketahui bahwa dalam Kitab Suci ada 2 bagian yang berbeda:
1.   Bagian Kitab Suci yang bersifat Descriptive (= bersifat menggambarkan).
Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma!
Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua.
Contoh:
a.   Kel 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive(menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu!
b.   Yos 6 yang menceritakan robohnya tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan.
c.   Kel 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun.
d.   Kis 5:18-19 dan Kis 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat Descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kis 12:2).
e.   Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4.
f.    Kis 28:1-6 juga bersifat descriptive dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajar bahwa orang kristen tidak akan mengalami bahaya apa-apa kalau digigit ular berbisa.
g.   Ada banyak bagian yang bersifat Descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya:
·        Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah.
·        Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Mat 4:1-11  Luk 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun.
·        Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Mat 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu.
·        Yesus hanya mempunyai 12 murid (Mat 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat.
2.   Bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic (= bersifat pengajaran).
Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita.
Contoh:
a.   Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya, setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat.
b.   Fil 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa.
c.   10 Hukum Tuhan dalam Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua.
Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah / ajaran, telitilah apakah text yang dipakai sebagai dasar itu adalah text yang bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara dari ajaran-ajaran yang salah / sesat!
Jaman sekarang, khususnya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, yang menyebabkan mereka tidak membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive dan bagian yang bersifat Didactic, maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan, karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic.
Contoh:
1.   Mat 12:15b dan Mat 15:30 memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum / norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat Descriptive ini sebagai hukum / norma, sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang beriman atau berdosa.
Bahwa ini salah bisa terlihat dari ayat-ayat seperti 2Kor 12:7-10  Fil 2:26-27  1Tim 5:23  2Tim 4:20 jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu.
2.   Kis 2:1-11 menceritakan apa yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu berbahasa Roh. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh. Menghadapi ajaran seperti ini ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
·         Kis 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma!
·         Ajaran tersebut tidak konsekwen, karena mereka mengharuskan bahasa Rohnya saja, tetapi tidak mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas juga ada dalam bacaan itu (Kis 2:2-3). Memang bahasa rohnya gampang dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan!
·         1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus!
3.   Cerita tentang tokoh-tokoh yang kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan bahwa orang kristen harus kaya.
Setelah mengerti tentang prinsip hermeneutics tentang bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive dan didactic, mari kita kembali pada peristiwa baptisan terhadap Tuhan Yesus dalam Mat 3:16. Mat 3:16 ini jelas merupakan bagian yang bersifat descriptive (hanya menggambarkan apa yang terjadi), dan karena itu bukan merupakan suatu hukum / norma. Jadi, seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, tetap bagian ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kita juga harus dibaptis dengan baptisan selam.
c)   Yesus sendiri belum tentu dibaptis dengan baptisan selam!
Kata-kata ‘keluar dari air’ dalam Mat 3:16, tidak harus berarti bahwa Yesus direndam dalam air, dan lalu keluar dari air. Kata-kata itu bisa berarti bahwa Yesus berdiri di sungai (hanya kakiNya yang terendam), dan dibaptis dengan baptisan percik / tuang, dan lalu keluar dari air / sungai.
Sekarang mari bandingkan peristiwa ini dengan baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-40, yang mempunyai kemiripan dengan baptisan terhadap Tuhan Yesus. Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:
1.   Kis 8:36 - ‘ada air’.
Yunani: TI HUDOR [= a certain water / some water (= sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada ‘sedikit air’, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Charles Hodge“He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some water)’. There is no known stream in that region of sufficient depth to allow of the immersion of a man [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang manusia]  - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.
2.   Kis 8:38-39 berkata ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini mempunyai 2 kemungkinan arti, yaitu:
·        sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
·        sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar dari air.
Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.
Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point 1. di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Jadi jelas bahwa Mat 3:16 tidak bisa dijadikan dasar bahwa cara membaptis yang benar adalah dengan menggunakan bapti­san selam.
d)   Disamping itu ada banyak contoh dalam Alkitab dimana baptisan dilakukan bukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kis 2:41  Kis 9:13  Kis 10:47-48  Kis 16:33). Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyela­man, karena hal itu terjadi di dalam penjara!
Kesimpulan: tidak ada dasar Kitab Suci yang bisa dipertanggung-jawabkan yang mengharuskan baptisan selam. Kalau Kitab Suci tidak pernah mengharuskan baptisan selam, bagaimana mungkin Tuhan Yesus bisa mengajar kepada Pdt. Yesaya Pariadji bahwa baptisan yang benar adalah baptisan selam? Ada 2 kemungkinan. Atau Pdt. Yesaya Pariadji cuma membual (kalau ini yang benar, ia betul-betul nekad, karena berani membual di bawah sumpah), atau yang mengajar kepada dia adalah ‘Yesus yang lain’, yang sebetulnya adalah setan yang menyamar!

5)  Penyalah-gunaan penyerahan anak, sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus.

Catatan: gereja-gereja yang menentang baptisan anak, menggantinya dengan ‘penyerahan anak’. Ini tentu saja tidak ada dalam gereja-gereja yang pro baptisan anak. Saya sendiri pro baptisan anak, dan saya menganggap ‘penyerahan anak’ tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
Penyalah-gunaan yang dilakukan oleh Pdt. Yesaya Pariadji dalam hal-hal ini:
a)   Perjamuan Kudus yang penuh kuasa / mujijat untuk membuktikan kuasa darah Yesus.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“saya diberikan pelajaran tentang Perjamuan Kudus dengan ciri-ciri penuh kuasa dan penuh mujijat untuk membuktikan kuasa ‘Darah Yesus’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 10.
Tanggapan saya:
Ini sama sekali menyimpang dari tujuan Perjamuan Kudus, karena 1Kor 11:23-26 berkata sebagai berikut: “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.
Jelas bahwa Perjamuan Kudus bertujuan untuk memperingati dan memberitakan kematian Tuhan Yesus bagi kita, bukan untuk menunjukkan kuasa darah Yesus dalam melakukan mujijat!
Juga sepanjang yang saya ketahui dari Kitab Suci, darah Yesus memang mempunyai kuasa dalam mengampuni dosa kita, tetapi tidak pernah dikatakan mempunyai kuasa dalam melakukan mujijat.
b)   Sakramen (Baptisan / Perjamuan Kudus) untuk melakukan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jadi kenapa orang sakit bisa sembuh dengan menerima Perjamuan Kudus? Karena darahku telah diurapi dengan darah Yesus yaitu otomatis darah Yesus yang mengalir dalam tubuh kita, itulah yang menyembuhkan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Tanggapan saya:
Anggur dalam Perjamuan Kudus bukan betul-betul darah Kristus, tetapi hanya merupakan simbol dari darah Kristus. Bagaimana mungkin dengan orang minum anggur itu lalu darah Yesus betul-betul mengalir dalam tubuhnya? Setelah kenaikan Yesus ke surga, manusia Yesus (tubuh, tulang, darah) ada di surga (Kis 3:21), tidak di dunia! Sebagai Allah, Yesus memang maha ada, tetapi sebagai manusia, Ia tidak maha ada.
Kis 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu”.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Ir. Chen Ying dari Beijing, bertobat dan dibaptis. Sejak lahir tuli sebelah. Cukup dalam Nama Tuhan Yesus dan dibaptis langsung disembuhkan, langsung mendengar. Dia mencari Boksu di Tiberias untuk di baptis, sebelum kembali ke Beijing” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Lukas, dibebaskan daripada sakit Leukemia, setelah Penyerahan Anak dan Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.
Tanggapan saya:
Ini aneh, belum dibaptis, tetapi hanya diserahkan, kok boleh ikut Perjamuan Kudus? Dalam Perjanjian Lama (Kel 12:44,48), orang yang belum disunat (sakramen 1), tidak boleh mengikuti Perjamuan Paskah (sakramen 2). Bukankah ini seharusnya juga berlaku untuk jaman Perjanjian Baru?
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Vicky, dinubuatkan Pdt. Pariadji dibebaskan daripada kutuk pisau operasi pada perutnya, dengan diberikan Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.
Tanggapan saya:
Lagi-lagi lucu, mengapa pisau operasi disebut sebagai kutuk? Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji menganggap bahwa penggunaan dokter dan obat merupakan dosa. Kalau saudara mau melihat bahwa Kitab Suci tidan menentang penggunaan dokter dan obat, maka lihat Apendix II, point B, No I di belakang.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“di waktu ibadah Natal yang diadakan di Stadion Utama Senayan lebih dari 20 orang kami tampilkan untuk bersaksi. Ada dua orang yang bersaksi bangkit dari maut, ada yang dilepaskan dari sakit alergi, sakit kanker tumor, sakit leukemia yaitu seorang ibu yang saya perintahkan minggu ini 3-4 kali ikut perjamuan pasti tidak akan sakit lagi dan terbukti” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Ada seorang ibu yang anaknya menderita alergi hanya dengan Darah Yesus, dengan menerima Perjamuan Kudus anak itu disembuhkan. Ada orang yang sudah 60 tahun sakit pernafasan, tidak bisa niup padam api lilin, namanya pak Mathias. Saya katakan saat ini Anda bisa meniup ratusan lilin. Jadi setelah mengikuti perjamuan, saya perintahkan satu pekerja untuk menyediakan sepuluh buah lilin untuk siap ditiup, dan kesepuluh lilin itu padam ditiupnya. Jadi kelihatannya sangat sederhana sekali hanya dengan mengikuti sekali Perjamuan Kudus orang sudah bisa disembuhkan dari sakit alergi, sakit bengek atau sesak nafas” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jelas bahwa akal manusia tidak bisa menjangkau kuasa Allah karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh ilmu manusia dengan hanya mengikuti sekali Perjamuan Kudus bisa sembuh” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18.
c)   Penyerahan anak memberikan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“di waktu seorang anak menderita penyakit alergi saya buktikan bahwa anak yang alergi itu dengan Penyerahan Anak bisa disembuhkan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 12.
d)   Baptisan yang membakar setan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Satu contoh suasana Neraka Saudara bisa lihat dalam Baptisan. ... banyak pelepasan setan-setan seperti dibakar. Ini bukti bahwa saya diajar Tuhan untuk membaptis yang benar, maka bila orang yang dibaptis berisi setan, setannya berteriak kepanasan seperti dibakar, ada juga yang lari seperti foto pada buletin setannya lompat ke atap, ada yang lari masuk pohon, dan lain sebagainya. Itulah orang yang masih diikat oleh setan, waktu dibaptis setannya berteriak karena dibakar oleh Api Roh Kudus.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15-16.
Tanggapan saya:
·        jadi dalam Kitab Suci tidak ada baptisan yang benar, karena tidak pernah ada terjadi seperti itu?
·        bagaimana orang yang dibaptis bisa masih ada setannya? Bukankah dalam kasus baptisan dewasa hanya orang yang sudah percaya kepada Yesus yang boleh dibaptis? Bagaimana orang yang sudah percaya bisa masih ada setannya?
e)   Perjamuan Kudus menyebabkan seseorang bisa mendapatkan jabatan di atas tingkatan manager, yaitu tingkatan direktur ke atas.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Sesudah itu barulah Perjamuan Kudus dilaksanakan. Hamba-Nya Pdt. Yesaya Pariadji menantang peserta retret untuk maju ke depan untuk didoakan. Doa itu meliputi penyempurnaan kehidupan masa depan. Hamba-Nya menjelaskan melalui Perjamuan Kudus ada kuasa yang tiada taranya. Dengan kuasa-Nya Tuhan mampu menyiapkan anak-anak-Nya bukan hanya dalam tingkatan manager tetapi lebih dari itu yaitu tingkatan direktur keatas. Sebab kalau Allah sudah membuka tidak ada seorangpun yang bisa menutupnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 42.
Tanggapan saya:
Aneh juga bahwa rasul-rasul yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin Yesus sendiri ternyata tidak menjadi manager artaupun direktur. Demikian juga dengan orang-orang kristen abad pertama yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin oleh rasul-rasul sendiri. Mereka tidak menjadi manager / direktur, bahkan mayoritas orang-orang kristen abad pertama miskin. Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji lebih sakti dari pada Yesus dan rasul-rasul sendiri! Atau, Perjamuan Kudus yang dia lakukan lebih benar dari pada Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Yesus maupun rasul-rasul.
f)    Perjamuan Kudus menyebabkan orang yang bodoh menjadi pandai.
Pdp. Dolf Mailangkay (team redaksi dari majalah ‘Tiberias’)“ada seorang anak yang boleh dikatakan ‘bodoh’ tetapi setelah dilayani dengan perjamuan kudus yang benar anak tersebut menjadi pandai. Dan akhirnya anak tersebut menjadi dosen di Amerika. ... otak yang pas-pasan bisa menjadi cemerlang oleh karena kuasa Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 39.
Tanggapan saya (untuk seluruh point 5 ini):
Kitab Suci tidak pernah mengajarkan untuk mengajarkan bahwa penyerahan anak, Baptisan, ataupun Perjamuan Kudus harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakit, untuk menaikkan jabatan seseorang, atau untuk membuat seseorang jadi pandai. Ini semua merupakan praktek / ajaran yang sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Ini menunjukkan bahwa Pdt. Yesaya Pariadji betul-betul tidak alkitabiah!

6)  Penyalahgunaan minyak urapan.

a)   Ia menggunakan minyak urapan untuk melakukan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jadi kalau orang ingin dibebaskan dari bisu, alergi, karena alergi juga tidak bisa disembuhkan oleh manusia maka diolesi dengan minyak urapan setiap hari”- ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Theresia, ia menderita alergi terhadap gigitan nyamuk. Hal ini sangat menganggunya karena bekas-bekas gigitan itu menimbulkan luka dan meninggalkan bekas pada kulitnya yang sulit hilang. Dengan kuasa Yesus melalui Minyak Urapan yang selalu dioleskannya, ia sembuh dan tidak alergi lagi terhadap nyamuk” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.
b)   Ia juga mengatakan bahwa penggunaan minyak urapan itu bisa menyebabkan seseorang menjadi ‘sakti’.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“ada beberapa orang bersaksi anaknya ditabrak mobil truk tidak mati, ada yang diseret mobil tidak mati karena telah diurapi dengan minyak urapan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15.
c)   Ia juga menggabungkan minyak urapan dan Perjamuan Kudus untuk memberikan kesembuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Bapak Yohanes dan Ibu Yuli bersaksi bahwa pada bulan April 2000 ibu tersebut menderita penyakit kista sewaktu hamil 5 bulan. Dokter mengatakan bahwa ibu ini harus membuang janin yang dikandungnya. Ibu Yuli percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkannya dan ia pergi ke Tiberias. Masih di bulan April 200 ibu ini didoakan oleh Pdt. Drs. Y. Periadji dan beliau bernubuat bahwa ibu Yuli pasti sembuh dan anaknya akan lahir dengan selamat. Kemudian Bapak Pariadji memberikan Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan. Pada bulan Desember 2000 di Dome of Tiberias ibu ini bersaksi bahwa ia sembuh dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Daniel yang sekarang berumur 4 bulan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Bapak Titus Sugandi yang tidak dapat berjalan mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada kakinya bapak tersebut dapat berjalan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Bapak Jimmy yang tidak dapat melihat mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada matanya yang tidak dapat melihat (buta) bapak tersebut langsung dapat melihat” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Lisa, menderita tumor di bagian lehernya sewaktu ia masih berumur 16 hari. Karena iman dari ibunya yang begitu kuat dimana ibu ini mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan beberapa kali di GBI Tiberias maka sekarang pada usianya yang ke 6 bulan Lisa sembuh dari penyakitnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Carend Roan Delano (19 th), bersaksi di GBI Tiberias Jakarta Theater bahwa ia menderita Hepatitis C selama beberapa tahun. Dengan mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan serta didoakan langsung oleh Pdt. Drs. Y. Periadji, ia sembuh total. Carend mengecek langsung ke dokter dan dinyatakan sembuh” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.
d)   Dasar yang ia pakai untuk menggunakan minyak urapan.
1.   Dari kitab Talmut Yahudi.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya banyak membaca buku tentang orang Yahudi seperti kitab Talmut. Disitu banyak kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang di dalamnya ditulis pengalaman Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya bahwa Yesaya waktu diangkat ke Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena waktu saya dulu diangkat ke Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya dikhotbahi oleh Tuhan Yesus, saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara membaptis yang benar dan banyak lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada saya. Maka diwaktu saya membaca kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90 pasal. Misalnya, di waktu Yesaya ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana Henokh bercerita pada Yesaya bahwa dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang Mahakuasa memanggil Michael kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh baru boleh dia menghadap kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak urapan. Jadi orang-orang Yahudi pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ... Jadi bila dulu Henokh diurapi maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh kuasa. ... Maka saya mengutip dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi Tuhan dengan minyak urapan itu baru dia bisa menghadap ke tahta Allah - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Tanggapan saya:
·        Kitab Talmut Yahudi tidak kita akui sebagai Kitab Suci / Firman Allah. Karena itu jelas tidak boleh dipakai sebagai dasar ajaran.
·        Perhatikan kutipan di atas. Henokh masuk surga bukan karena penebusan / darah Kristus, tetapi karena minyak urapan! Ini jelas sesat!
·        Dalam penceritaan dari kitab Talmut dalam kutipan di atas, Henokh bukan disembuhkan dengan minyak urapan, tetapi masuk surga / menghadap takhta Allah karena minyak urapan. Lalu mengapa Pdt. Yesaya Periadji membelokkannya dan menerapkannya pada kesembuhan?
2.   Dari Kitab Suci.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Di dalam Alkitab yaitu dalam Wahyu 3:18 yang berkata: ‘Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat’. Kata-kata ini diberikan kepada orang-orang yang diprogramkan masuk keruang Maha Suci. Dan ternyata Gereja yang membawa orang ke ruang Maha Suci diberikan ciri yaitu ada kuasa minyak urapan, ada kuasa baptisan dan perjamuan kudus - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Tanggapan saya:
·        Ini penafsiran yang tolol! Karena dalam Wah 3:18 itu, baik ‘emas’‘pakaian putih’ maupun ‘minyak’ jelas bukan sesuatu yang bersifat hurufiah / jasmani! Pada waktu seseorang datang kepada Kristus, ia pasti menerima hal-hal itu, sehingga ia menjadi kaya (secara rohani), tidak telanjang (secara rohani), dan bisa melihat (secara rohani). Kalau minyak pelumas mata itu mau dihurufiahkan / diartikan secara jasmani, dan diartikan sebagai minyak urapan, maka emas dan pakaian putih juga harus dihurufiahkan!
·        Yang dibicarakan dalam Wah 3:18 adalah ‘minyak pelumas mata’, mengapa tahu-tahu berubah menjadi ‘minyak urapan’? Kalau mau tetap memaksakan untuk menggunakan wah 3:18 ini, seharusnya Pdt. Yesaya Pariadji bukannya menggunakan ‘minyak urapan’, tetapi menggunakan obat tetes mata ‘Rohto’ / ‘Braito’.
·        Wah 3:18 hanya berbicara soal ‘minyak pelumas mata’, lalu dari mana tahu-tahu Pdt. Yesaya Periadji berbicara soal ‘baptisan dan perjamuan kudus’ (lihat bagian akhir dari kutipan di atas)?
e)   Ajaran Kitab Suci yang benar tentang minyak urapan.
Kel 30:22-33 - “(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23) ‘Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26) Haruslah engkau mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja dengan segala perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran ukupan; (28) mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan dengan alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha kudus; setiap orang yang kena kepadaNYA akan menjadi kudus. (30) Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu. (31) Dan kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian: Inilah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu turun-temurun. (32) Kepada badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan, dan janganlah kaubuat minyak yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga: itulah minyak yang kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
Catatan: kata ‘nya’ dalam ay 29 (yang saya cetak dengan huruf besar) seharusnya adalah ‘them’ = (mereka). Jadi ini bukan menunjuk pada minyak urapan tersebut, tetapi kepada Harun dan anak-anaknya.
Jadi dalam Kel 30:22-33 ini dikatakan bahwa membuat minyak urapan tidak boleh sembarangan. Campurannya ditentukan oleh Tuhan (ay 23-25), dan hanya boleh diberikan pada Kemah Suci, tabut, perkakas Kemah Suci (ay 26-28), dan kepada Harun dan anak-anaknya (ay 30), dan 7annya untuk menguduskan, bukan untuk menyembuhkan. Pelanggaran terhadap hal ini diancam dengan hukuman mati (ay 33).
Tetapi kabarnya Pdt. Yesaya Pariadji menggunakan minyak zaitun sebagai minyak urapan, dan ia memberikannya kepada sembarang orang yang sakit. Dan ia mengclaim bahwa hal ini diperintahkan oleh Tuhan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jadi mengapa saya sering membagikan minyak urapan karena demikianlah perintah Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Bagaimana mungkin Tuhan mengajar dia sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Tuhan sendiri dalam Kitab Suci?

7)  Setan sudah di neraka dan menerkam orang-orang yang dimasukkan ke neraka.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Kalau anda ingin tahu, gudangnya setan-setan adalah di kuburan-kuburan. ... Rumah-rumah sakit, terutama di ruang I.C.U. juga gentayangan setan-setan. Setan-setan akan berusaha dan mencari kesempatan untuk menerkam orang-orang yang menjelang ajal, masuk alam roh. Saya berikan contoh; pada suatu malam, kurang lebih jam 1.00 malam, saya dengan anak saya, Aristo, pergi ke rumah sakit Pondok Indah untuk berdoa bagi seorang Kristen, yang tidak percaya kepada kuasa-kuasa Allah dan mujizat-mujizat Allah; bukan jemaat GBI Tiberias, yang sedang menjelang ajalnya. Orang itu sedang dilayani oleh dokter dan para perawat. Tiba-tiba saya mendengar suara Allah: ‘Pariadji, jangan doakan orang itu, dia akan mati diterkam setan.’ Saya pegang tangan anak saya; ‘Aristo, jangan takut. Kamu akan punya pengalaman melihat orang diterkam setan, masuk ke neraka.’ Orang tersebut, yang terkulai menjelang kematiannya, tiba-tiba bangkit, tiba-tiba ketakutan, tiba-tiba melihat setan-setan, tiba-tiba disambut setan-setan saat menjelang masuk alam roh, artinya menghadapi setan-setan. Saya tidak diperkenankan Tuhan untuk mengusir setan-setan tersebut” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 40.
Tanggapan saya:
Adalah omong kosong yang berbau takhyul untuk mengatakan bahwa kuburan merupakan gudangnya setan-setan. Memang dalam Mark 5:2,5 dikatakan bahwa orang yang dirasuk setan itu berada di kuburan. Tetapi dalam peristiwa ini setan berada di kuburan bersama orang yang dirasuknya, dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa setan senang berada di kuburan tanpa ada orang. Memang bisa saja setan ada di kuburan, dan lalu menakut-nakuti orang yang pergi ke kuburan, supaya manusia mempunyai gambaran yang salah tentang aktivitasnya. Tetapi saya berpendapat bahwa pada umumnya, setan pasti tidak akan tinggal di kuburan, tetapi ia pasti mencari tempat yang banyak orangnya! Dasar pandangan ini adalah:
a)   Tujuan utama setan adalah menggoda manusia supaya berbuat dosa, supaya tidak percaya kepada Kristus, dsb. Karena itu, tidak mungkin ia justru mencari kuburan sebagai tempat tinggal, karena di sana ia tidak bisa menggoda siapapun. Sebaliknya, gereja merupakan tempat dimana Injil / Firman Tuhan diberitakan, dan karena itu gereja merupakan salah satu tempat favoritnya. Ia pasti berusaha di sana untuk membuat manusia tidak mempercayai / mendengar Injil / Firman Tuhan tersebut (bdk. Mat 13:19).
b)   Mat 12:43-45 - “‘Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. Lalu ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat ini.’”.
Perhatikan bahwa pada saat setan mengembara ke tempat-tempat tandus untuk mencari perhentian, ia tidak mendapatkannya. Lalu ia kembali ke orang yang pernah dihuninya. Ini menunjukkan bahwa setan senang dengan tempat yang ada banyak orangnya!
c)   Ayub 1:7-8 - “Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’”. Perhatikan bahwa waktu Tuhan bertanya: ‘Dari mana engkau?’, setan menjawab: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi’. Dan Tuhan lalu bertanya lagi: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub?’. Ini menunjukkan bahwa Tuhan tahu bahwa kalau setan menjelajah bumi, yang ia perhatikan pasti adalah manusia, khususnya orang-orang yang percaya dan taat kepada Tuhan, untuk diserangnya!
d)   1Pet 5:8 - “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa aktivitas setan adalah mengawasi / mengelilingi manusia, mencari kelengahan mereka, dan lalu menyerang mereka! Bandingkan juga dengan Luk 4:13 (yang terjadi setelah ia gagal sebanyak 3 x untuk mencobai Yesus): “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu yang baik”. Ini jelas menunjukkan bahwa ia terus mencari kesempatan untuk menyerang dan menjatuhkan Yesus. Dan tentu saja ia juga terus mencari kesempatan untuk menyerang dan menjatuhkan kita.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Henokh pernah bertanya kepada Tuhan, kalau orang mati itu rohnya mau kemana? Ternyata dia diperlihatkan alam roh dimana alam roh ada Sorga, ada Nerakanya, ada banyak Malaikat dan banyak setannya juga. Maka itu saya penasaran lagi, hingga saya cari bukunya Henokh dan puji Tuhan, saya mendapatkannya. Disitu dikatakan, bahwa Henokh diangkat oleh Tuhan bersama tubuhnya untuk diperlihatkan Sorga, neraka, malaikat, dan setan. Lalu dia bertanya juga pada Tuhan: ‘Tuhan kalau orang berdosa mati ditaruh di mana?’ Maka Henokh diperlihatkan Neraka dimana orang-orang berdosa dimasukkan ke Neraka dan diterkam oleh setan-setan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“saya diperlihatkan orang-orang yang masuk neraka, begitu mengerikan orang-orang yang berdosa dicabik-cabik dan diterkam setan-setan, dibawa ke neraka. Tuhan Yesus memandang wajah saya dan memperhatikan apa reaksi saya terhadap orang-orang yang meraung, terhadap orang-orang yang sangat menderita, dijarah dan dikeroyok setan-setan, dibawa ke neraka” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 7.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Bila Anda melihat alam roh saat ini akan sedih; betapa tidak; Anda akan melihat orang-orang mati, orang-orang masuk alam roh, di mana mereka yang tidak terdaftar sebagai warga Kerajaan Sorga akan dicabik-cabik, diterkam, dikejar-kejar setan-setan, dan sangat mengerikan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 7-8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya juga melihat roh orang-orang yang mati masuk ke alam roh; sebagian dikejar-kejar setan, sebagian masuk ke suatu tangga sinar bagaikan pelangi, yang disebut oleh Dr. Collet sebagai tangga Roh Kudus. ... Tuhan Yesus memperlihatkan proses orang-orang yang mati, langsung masuk ke alam roh, lalu sebagian dikejar-kejar setan-setan, ditangkap setan-setan, dijarah setan-setan; mereka meraung, mereka menjerit, setan-setan beramai-ramai membawa mereka, menggandeng mereka, dibawa ke liang-liang neraka” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 42.
Tanggapan saya:
a)   Hampir semua orang yang bersaksi bahwa mereka melihat neraka, termasuk Pdt. Yesaya Pariadji, menyatakan bahwa mereka melihat setan-setan di neraka, dan setan-setan itu menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka. Ini sama sekali tidak alkitabiah, karena:
1.   Saat ini setan belum masuk neraka, karena setan baru masuk ke sana pada saat Yesus datang keduakalinya.
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
Mat 8:29b - “Adakah Engkau kemari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?”.
2.   Dan kalau nanti setan dimasukkan ke neraka, ia bukannya menghukum, tetapi dihukum, bukannya menyiksa, tetapi disiksa! Siapa yang pernah mengangkat setan menjadi algojo? Dia adalah terdakwa dan terhukum, bukan algojo! Kata-kata setan dalam Mat 8:29b di atas jelas menunjukkan bahwa setan sendiri sadar bahwa akan datang waktunya ia akan disiksa!
b)   Juga Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa setan-setanlah yang membawa orang mati yang belum percaya itu ke neraka.
Tetapi Firman Tuhan / Kitab Suci menyatakan bahwa yang membawa orang mati itu ke surga (bagi yang percaya) atau ke neraka (bagi yang tidak percaya, adalah malaikat-malaikat!
Mat 13:30,39b-43 - “(30) Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.’ ... (39b) para penuai itu malaikat. (40) Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. (41) Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikatNya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam KerajaanNya. (42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. (43) Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!’”.
c)   Saya ingin memberikan komentar tentang kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji bahwa setan-setan itu mencabik-cabik dan menjarah orang mati yang masuk ke alam roh. Pada saat seseorang mati, maka jiwa / rohnya meninggalkan tubuhnya. Bagaimana setan bisa mencabik-cabik jiwa / roh manusia? Juga jiwa / roh itu tentu tidak membawa apa-apa; lalu apa yang dijarah oleh setan-setan itu?
d)   Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji diilhami oleh film ‘Ghost’, yang dibintangi oleh Demy Moore, karena apa yang ia katakan lebih mirip film tersebut dari pada Kitab Suci.

8)  Hal-hal extrim yang lain.

a)   Ia mengaku bertemu dengan Yesus dan diajar langsung oleh Yesus.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“pada saat ini juga saya siap dilempar ke neraka, bila saya tidak berkali-kali masuk alam roh berjumpa dengan Tuhan Yesus, dan langsung diajari Firman Allah oleh Tuhan Yesus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi I / Tahun I, hal 5 & 6.
Tanggapan saya:
1.   Jaman sekarang begitu banyak orang mengaku seperti ini, dan sekalipun hal itu memungkinkan, tetapi juga ada kemungkinan lain, yaitu:
a.   Mereka hanya membual.
b.   ‘Yesus’ yang bertemu dengan mereka dan mengajar mereka, sebetulnya hanyalah setan yang menyamar. Bandingkan dengan 2Kor 11:4 - “Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang”. Kalau ia bisa menyamar sebagai malaikat Terang, pasti ia juga bisa menyamar sebagai Yesus. Bandingkan juga dengan Mat 24:24 yang berbicara tentang ‘Mesias palsu’.
2.   Adalah aneh bahwa orang yang mengaku diajar langsung oleh Yesus ternyata memberikan ajaran sesat dan tidak alkitabiah.
3.   Salah satu hal yang saya anggap sangat memuakkan dari Pdt. Yesaya Pariadji ini adalah bahwa ia sangat sering bersumpah tanpa ada perlunya. Tidak pernahkah ia membaca kata-kata Yesus dalam Mat 5:33-37 - “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
Sekalipun saya memang tidak beranggapan bahwa sumpah dilarang secara mutlak, tetapi jelas bahwa kata-kata di atas ini melarang kita untuk bersumpah secara sembarangan / tanpa ada perlunya!
Beberapa komentar tentang orang yang gampang untuk bersumpah:
·        Pulpit Commentary“It betrays a consciousness, too, on the swearer’s part that he is not to be believed in his bare word” [= Juga, itu menyingkapkan suatu kesadaran pada pihak si penyumpah bahwa ia tidak dipercaya dalam kata-katanya semata-mata (tanpa sumpah)] - hal 205.
·        William Hendriksen“It is characteristic of certain individuals who are aware that their reputation for veracity is not exactly outstanding that the more they lie the more they will also assert that what they are saying is ‘gospel truth.’ They are in the habit of interlacing their conversations with oaths” (= Merupakan ciri dari individu-individu tertentu yang sadar bahwa reputasi mereka untuk kejujuran tidak terlalu menonjol, dimana makin mereka berdusta makin mereka menegaskan bahwa apa yang mereka katakan adalah ‘kebenaran injil’. Mereka terbiasa untuk menjalin percakapan mereka dengan sumpah) - hal 308.
·        Adam Clarke“A common swearer is constantly perjuring himself: such a person should never be trusted” (= Seseorang yang biasa bersumpah secara terus menerus bersumpah palsu: orang seperti itu tidak pernah boleh dipercaya) - hal 75.
Karena itu makin sering seseorang bersumpah, makin saya tidak percaya kepadanya!
b)   Orang kristen / hamba Tuhan harus mempunyai kuasa.
Pdt. Yesaya Pariadji memberi judul ‘KUASA ALLAH HARUS BISA DIBUKTIKAN’ untuk majalah Tiberias Edisi V / 2001.
Pdt. Drs. Yesaya PariadjiHampir 60 % pelayanan Tuhan Yesus adalah menyembuhkan berbagai penyakit dan membebaskan manusia dari ikatan Iblis yang merasuk dalam diri manusia. Kuasa yang dimiliki oleh Tuhan Yesus adalah kuasa yang juga diberikan oleh Tuhan kepada murid-murid-Nya dan seluruh umat yang percaya. ... Kita sebagai murid atau hamba Tuhan, tentunya kita mempunyai kuasa yang diberikan oleh Tuhan. Baik itu kuasa untuk mengusir setan, kuasa untuk menyembuhkan orang sakit, bahkan kuasa untuk membangkitkan orang mati. Kuasa-kuasa itu diberikan oleh Tuhan Yesus sebagai karunia kepada setiap hamba Tuhan. Tetapi yang menjadi pertanyaan pula adalah hamba Tuhan yang bagaimana? Tentunya hamba Tuhan yang mempunyai hati yang murni, hati suci, hati yang tulus dalam melayani Tuhan. ... Kalau Allah memberikan kuasa kepada hamba Tuhan memang seharusnya kuasa Allah itu dapat dibuktikan - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 9.
Tanggapan saya:
Bagaimana caranya ia mendapat bilangan 60 %?
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Di dalam Yoh 14:12-13 dikatakan, ‘Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.’ Dari kenyataan mujizat-mujizat yang terjadi di gereja Tiberias adalah bukti dari kemahakuasaan Allah yang bisa dibuktikan. ... Banyaknya kesembuhan yang terjadi dalam pelayanan hambaNya Pdt. Yesaya Periadji merupakan bukti jelas bahwa kuasa Allah sampai hari ini, bisa dibuktikan. Bukti dari kuasa Allah ini bisa dilihat dari kesembuhan-kesembuhan orang-orang yang sungguh-sungguh merindukan kelepasan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 19.
Tanggapan saya:
Tentang Yoh 14:12 ini, lihat penjelasannya dalam Apendix III, no 5, di belakang.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“kita mempunyai suatu tugas, untuk membuktikan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah yang Mahakuasa. Bila saya, sebagai seorang pendeta, sebagai seorang Kristen tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, saya tidak akan menjadi seorang Kristen; lebih-lebih saya tidak akan menjadi seorang pendeta.”- ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / thn II, hal 38.
Tanggapan saya:
1.   Saya setuju bahwa setiap orang kristen / hamba Tuhan harus bisa membuktikan bahwa Yesus adalah Allah, tetapi pembuktian ini dilakukan dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci! Ini berbeda dengan Pdt. Yesaya Pariadji yang membuktikannya dengan menunjukkan kemampuannya untuk melakukan mujijat.
Kalau seseorang bisa melakukan mujijat, itu tidak membuktikan keilahian Yesus, karena kuasa yang ia pakai belum tentu kuasa Yesus. Di depan sudah saya tunjukkan banyak ayat yang menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu bisa melakukan mujijat-mujijat dengan kuasa setan!
2.   Abraham, Yesus dan Paulus tidak mau memberi tanda / mujijat.
a.   Abraham.
Luk 16:27-31 - “Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’”.
Abraham tidak menganggap bahwa mujijat merupakan sesuatu yang penting untuk mempertobatkan kelima saudara dari orang kaya itu. Ia tidak beranggapan bahwa kuasa Allah harus dibuktikan! Ia menganggap bahwa hukum Taurat / Firman Tuhan sudah cukup untuk mempertobatkan. Kalau hukum Taurat / Firman Tuhan tidak cukup, maka penginjilan yang dilakukan oleh orang yang bangkit dari antara orang matipun, sekalipun merupakan suatu mujijat yang luar biasa, tidak akan bisa mempertobatkan mereka. Ingat juga bahwa pada waktu Yesus membangkitkan Lazarus (Yoh 11), peristiwa itu tidak mempertobatkan para tokoh Yahudi, tetapi sebaliknya mereka ingin membunuh Yesus dan Lazarus (Yoh 11:47-53  Yoh 12:10).
b.   Yesus.
Mat 12:38-40 - “(38) Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: ‘Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari padaMu.’ (39) Tetapi jawabNya kepada mereka: ‘Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. (40) Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam”.
Apa artinya ‘tanda nabi Yunus’? Ada yang menganggap ay 40 sebagai penekanan / inti bagian ini dan lalu berkata bahwa tanda itu adalah kebangkitan Yesus. Tetapi kelihatannya ay 40 ini hanya merupakan tambahan saja dan bukan merupakan inti / penekanan dari bagian ini. Alasannya:
·        Luk 11:29-30 maupun Mat 16:1-4 menyebut tentang Yunus tetapi tidak menyebut tentang ‘3 hari dan 3 malam’.
Luk 11:29-30 - “Ketika orang banyak mengerumuniNya, berkatalah Yesus: ‘Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini”.
Mat 16:1-4 - “Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari sorga kepada mereka. Tetapi jawab Yesus: ‘Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak. Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.’ Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi”.
·        Mark 8:11-12 bahkan hanya berkata bahwa mereka tidak akan diberi tanda. Bagian ini sama sekali tidak menyinggung tentang Yunus!
Mark 8:11-12 - “Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari padaNya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hatiNya dan berkata: ‘Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.’”.
Ini semua menunjukkan bahwa Mat 12:40 bukanlah bagian inti tetapi hanya merupakan tambahan saja, karena kalau Mat 12:40 merupakan penekanan / inti, maka tidak mungkin 3 bagian Kitab Suci yang lain menghapuskan bagian ini.
Kesimpulan: arti bagian ini adalah: mereka tidak akan diberi tanda, tetapi hanya diberi pemberitaan Firman Tuhan! Yunus sendiri juga tidak memberi mujijat apa-apa kepada orang Niniwe; ia hanya memberitakan Firman Tuhan. Mereka harus percaya pada Firman Tuhan tanpa tanda / mujijat.
c.   Paulus.
1Kor 1:22-23 - “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.
Paulus juga seperti Abraham dan Yesus. Ia tidak mau memberikan apa yang dituntut / diinginkan oleh para pendengarnya. Orang Yahudi menginginkan tanda / mujijat, sedangkan orang Yunani menginginkan hikmat, tetapi Paulus memberitakan Kristus yang tersalib, yang bertentangan dengan keinginan dari orang Yahudi maupun Yunani, sehingga bagi orang Yahudi itu merupakan batu sandungan dan bagi orang Yunani itu merupakan kebodohan.
Pertanyaan yang harus diajukan kepada Pdt. Yesaya Pariadji adalah: mengapa Abraham, Yesus, dan Paulus tidak menunjukkan kuasa Allah, dan melakukan mujijat, dalam text-text ini? Dan kalau Abraham, Yesus dan Paulus tidak menunjukkan kuasa Allah atau melakukan mujijat di sini, mengapa orang kristen / hamba Tuhan jaman sekarang salah, kalau mereka hanya memberitakan Injil / Firman Tuhan, tanpa menunjukkan kuasa Allah dalam bentuk mujijat-mujijat?
3.   Bdk. Yoh 10:41 - “Dan banyak orang datang kepadaNya dan berkata: ‘Yohanes memang tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar.’”.
Ayat ini kontras dengan Ul 13:1-5, karena ‘nabi’ dalam Ul 13:1-5 menubuatkan tanda dan tanda itu terjadi, tetapi ia mengajarkan ajaran sesat; sedangkan Yoh 10:41 mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis tidak membuat satu tandapun, tetapi apa yang Ia ajarkan benar.
Apakah Pdt. Yesaya Pariadji berani mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis bukan nabi, karena tidak bisa membuktikan kuasa Tuhan dengan melakukan tanda / mujijat?
Karena itu, kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan / orang kristen yang betul-betul memberitakan Injil / Firman Tuhan, jangan kecil hati karena saudara tidak diberi karunia untuk melakukan mujijat / kesembuhan ilahi, karena Yohanes Pembaptis juga seperti itu. Yang penting adalah saudara memberitakan Injil / Firman Tuhan yang benar. Bukankah lebih baik menjadi seperti Yohanes Pembaptis, dari pada menjadi seperti ‘nabi’ dalam Ul 13:1-5 (yang mirip dengan Pdt. Yesaya Pariadji)?
4.   Setan juga memperlengkapi nabi-nabi palsunya dengan kuasa-kuasa untuk melakukan mujijat. Ini terlihat dari ahli-ahli sihir Mesir yang bisa meniru mujijat Musa (melempar tongkat yang lalu menjadi ular) dalam Kel 7:11-12. Juga dari ayat-ayat seperti Mat 7:21-23  Mat 24:23-24  2Tes 2:9  Wah 13:11-14  Wah 16:13-14. Jadi, bagaimana kita bisa tahu apakah seseorang adalah nabi asli yang melakukan mujijat dengan kuasa Tuhan, atau seorang nabi palsu yang melakukan mujijat dengan kuasa setan? Seperti yang sudah saya katakan di depan, kita hanya bisa tahu melalui ajaran dari orang tersebut!
5.   Kekristenan harus menekankan penebusan / salib Kristus.
Penekanan mujijat dan kesembuhan dalam kekristenan merupakan suatu kebodohan. Mengapa? Karena dalam agama-agama lain dan sekte-sekte sesat, dan bahkan dalam kalangan orang yang mempelajari magic, hal-hal ini juga ada. Kalau kekristenan menekankan hal-hal itu, kekristenan tidak kelihatan istimewa. Yang istimewa dalam  kekristenan dan yang tidak dipunyai agama lain adalah keselamatan / pengampunan karena penebusan Kristus, dan ini yang harus ditekankan!
c)   Orang kristen harus sehat / sembuh dari segala penyakit dan tidak boleh alergi makanan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Kesembuhan adalah hak mutlak orang percaya. Kesembuhan yang Allah berikan ini adalah hasil tindakan iman yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jadi tidak ada alasan bagi orang Kristen untuk tidak bisa makan ikan atau alergi makanan. Saya pernah bertemu dengan seorang rekan pendeta terkenal yang sudah ke berbagai negara, dia mengatakan bahwa dia tidak pernah masuk restoran Padang, ... Saya sampaikan pada sekretarisnya bahwa saya akan datang membawa kelapa muda dan saya jamin tidak akan alergi lagi, tetapi dia tidak mau. Saya sering heran sudah melayani kok tidak bisa makan ikan, tidak bisa makan udang, tidak bisa makan kelapa hingga saat ini dia belum bisa menikmati buah kelapa yang diciptakan Tuhan untuk kita nikmati. Sejak Adam dan Hawa diciptakan untuk berkuasa atas makanan dan minuman, maka aneh kalau orang Kristen alergi makanan dan minuman apalagi dia yang sudah melayani yang kena alergi” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Yang saya maksudkan berkuasa di bumi adalah kita sebagai orang-orang Kristen, berkuasa atas udara, berkuasa atas segala makanan, tidak alergi tidak makan makanan apapun, tidak akan sakit-sakitan, ...” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 12.
Tanggapan saya:
1.   Dalam Kitab Suci ada banyak tokoh yang sakit tetapi tidak disembuhkan:
a.   Paulus tidak sembuh dari duri dalam dagingnya.
2Kor 12:7-10 - “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.
b.   Timotius sakit dan Paulus tidak menyembuhkannya.
1Tim 5:23 - “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah”.
c.   Trofimus sakit dan Paulus tidak menyembuhkannya.
2Tim 4:20 - “Erastus tinggal di Korintus dan Trofimus kutinggalkan dalam keadaan sakit di Miletus”.
Lalu dengan alasan / dasar Kitab Suci apa Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa kesembuhan adalah hak mutlak orang percaya? Apakah Paulus, Timotius, dan Trifimus bukan orang percaya?
2.   Pdt. Yesaya Pariadji tidak memberikan dasar Kitab Suci apapun mengapa orang kristen harus sembuh dari penyakit, dan tidak boleh alergi makanan.
Ia mengatakan ‘Sejak Adam dan Hawa diciptakan untuk berkuasa atas makanan dan minuman ...’. Entah dari mana gerangan ia mendapat ayat seperti ini? Kitab Suci mengatakan bahwa Adam dan Hawa berkuasa atas binatang-binatang (Kej 1:28), bukan atas makanan.
Kej 1:28 - “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ‘Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’”.
Ingat bahwa pada saat itu manusia hanya boleh makan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Ini terlihat dari 2 ayat di bawah ini:
Kej 1:29 - “Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”.
Kej 2:16 - “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas”.
Adam dan Hawa tidak / belum boleh makan binatang, dan karena itu, penguasaan Adam dan Hawa atas ikan, burung, dan binatang dalam Kej 1:28 itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa mereka berkuasa atas makanan!
Baru pada saat Nuh keluar dari bahtera, Tuhan mengijinkan manusia untuk makan binatang.
Kej 9:2-4 - “Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
3.   Dalam fotonya di majalahnya, Pdt. Yesaya Pariadji sendiri memakai kacamata. Mengapa ia tidak disembuhkan dari ‘penyakit’ tersebut? Dan apakah Pdt. Yesaya Pariadji tidak pernah sakit gigi? Apa yang ia lakukan kalau ia sakit gigi? Membaptis dirinya sendiri? Makan Perjamuan Kudus? Atau pergi ke dokter gigi?
d)   Ia tahan berdoa sampai 4-5 bulan.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Karena rindu sama Tuhan, saya dulu pernah doa semalam suntuk bahkan saya tahan berdoa 4-5 bulan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15.
Tanggapan saya:
Bualan / kegilaan seperti ini tidak membutuhkan tanggapan.
e)   Ia menjadi pandai karena menjaga kesucian hidup.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“di dalam Daniel 1:8 dikatakan demikian: ‘Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya.’ Daniel dipilih Tuhan untuk tidak menajiskan dirinya, untuk tidak melakukan hal-hal yang haram, untuk tidak foya-foya. Hasilnya, Daniel menjadi seorang pemuda yang pandai, yang cerdas, yang bijaksana, ... Saya teringat, sewaktu saya masih sekolah, saya selalu nomor satu, baik di SD, di SMP dan di SMA. Karena saya selalu menjaga hidup saya, agar tiada berdosa, sehingga saat saya belajar di Universitas, selalu tidak membayar; istilahnya mendapat biaya siswa dan ikatan dinas dari pemerintah. Sehingga saya dikirim pemerintah untuk belajar ke New York, Amerika Serikat” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 11.
Tanggapan saya:
1.   Daniel tidak menjadi pandai karena tidak menajiskan diri dengan makanan raja. Keputusan Daniel untuk tidak menajiskan diri dengan makanan raja terjadi dalam Daniel 1:8, sedangkan pemilihan orang-orang yang berpengetahuan / berpengertian banyak dan memahami berbagai-bagai hikmat (termasuk Daniel) sudah terjadi sebelumnya, yaitu dalam Daniel 1:3-4,6 - “Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. ... Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya”.
2.   Bdk. Yeh 28:1-3 - “Maka datanglah firman TUHAN kepadaku: ‘Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah. Memang hikmatmu melebihi hikmat Daniel; tiada rahasia yang terlindung bagimu”.
Raja Tirus ini bukan orang beriman, tetapi orang brengsek dan sombong, tetapi dikatakan bahwa hikmatnya melebihi Daniel! Ini kelihatannya tidak cocok dengan ajaran Pdt. Yesaya Pariadji. Dan kalau saudara menganggap bahwa ini menunjuk kepada setan / Lucifer, maka perhatikan kata-kata ‘engkau adalah manusia’, yang jelas menunjukkan bahwa bagian ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan setan.
3.   Pada saat Pdt. Yesaya Pariadji ada di SD, SMP, SMA ia belum bertobat, dan masih beragama lain, karena dari kesaksiannya sendiri dikatakan bahwa ia bertobat setelah menikah / berkeluarga. Lalu bagaimana pada saat itu ia bisa suci / dianggap suci oleh Tuhan sehingga lalu diubahkan menjadi pandai? Ini bertentangan dengan Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
4.   Pdt. Yesaya Pariadji mengaku dirinya pernah sekolah di Cornell University di New York.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya pernah tinggal di New York, saya pernah belajar di Cornell University” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 32.
Kalau Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan dirinya pandai, bukankah merupakan hal yang aneh kalau ia tidak mempunyai gelar dari Cornell University itu? Gelarnya Drs., jadi pasti bukan dari luar negeri. Memang ia mengatakan bahwa ia ‘pernah belajar’, bulan ‘lulus dari’ Cornell University. Jadi, apakah ia ‘drop out’ dari Cornell University? Kalau ia memang pandai, mengapa drop out?
5.   Mengapa ia begitu mengagungkan kepandaian? Tidak pernahkah ia membaca 1Kor 1:25-29 - “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah”.
6.   Kata-kata Pdt. Yesaya Pariadji ini punya persamaan dengan kata-kata Pdp. Dolf Mailangkay (team redaksi dari majalah ‘Tiberias’): “ada seorang anak yang boleh dikatakan ‘bodoh’ tetapi setelah dilayani dengan perjamuan kudus yang benar anak tersebut menjadi pandai. Dan akhirnya anak tersebut menjadi dosen di Amerika. ... otak yang pas-pasan bisa menjadi cemerlang oleh karena kuasa Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 39.
Memang tidak terlalu aneh, karena pepatah mengatakan: ‘Kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari’, dan ‘Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’.
f)    Tingkat-tingkat Kerajaan Sorga.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Tuhan Yesus memperlihatkan kepada saya tentang tingkat-tingkat Kerajaan Sorga. Pertama, ada taman Firdaus. Ke dua, ada tingkat Ruang Suci. Ke tiga, tingkat ruang Maha Suci, atau di depan takhta Allah.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 9.
Tanggapan saya:
1.   Saya percaya bahwa ada tingkatan-tingkatan dalam Kerajaan Surga (bdk. Mat 5:19  Mat 20:20-28), dalam arti pahala setiap orang akan berbeda-beda. Tetapi bahwa ada 3 tingkat, yang pertama adalah taman Firdaus, yang kedua tingkat Ruang Suci, dan yang ketiga tingkat Ruang Maha Suci, merupakan sesuatu yang sama sekali tidak ada dalam Kitab Suci.
2.   Bandingkan dengan kata-kata Paulus dalam 2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Paulus mula-mula mengatakan ‘diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga’, lalu ia mengatakan ‘diangkat ke Firdaus’, padahal ia membicarakan tentang satu pengalaman yang sama. Jadi jelas bahwa Firdaus’ itu identik dengan ‘tingkat ketiga dari sorga.
Mengapa tidak cocok dengan ‘penglihatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus’ kepada Pdt. Yesaya Pariadji yang menunjukkan bahwa Firdaus adalah tingkat yang pertama?
g)   Kutuk Hawa sudah terangkat di kayu salib.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya juga diberikan pelajaran tentang pelajaran doa dan kutuk-kutuk dosa. Sebagai contoh: Saya diberikan penglihatan, yaitu sebagaimana di dalam Kejadian 3:16, kutuk-kutuk penyakit akibat dosa, akibat Hawa berdosa, sebagai seorang wanita. Maka apabila ada seorang wanita yang mengalami sakit pada kandungannya, di dalam nama Tuhan Yesus, kutuk Kejadian 3:16, kutuk atas Hawa, sudah terangkat di atas kayu salib; lebih-lebih bila disertai dengan diolesi minyak urapan dan menerima Perjamuan Kudus, akan disembuhkan, tidak akan dioperasi, tidak akan mengalami pendarahan - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 10.
Tanggapan saya:
1.   Kej 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
·        Yang dikutuk bukan Hawa / manusia tetapi setan / ular (Kej 3:14)! Jadi ini hanya merupakan hukuman dosa.
·        Ini juga bukan penyakit, tetapi penderitaan / rasa sakit pada waktu mengandung / melahirkan. Tetapi Pdt. Yesaya Pariadji menerapkannya pada penyakit kandungan, pendarahan, dan sebagainya. Ini merupakan pembelokan ayat Kitab Suci untuk bisa mendukung pandangannya!
2.   Sekalipun memang pada kayu salib Yesus memikul kutuk bagi kita (Gal 3:13) dan juga segala hukuman dosa kita, tetapi penghapusan penderitaan secara total (termasuk penyakit), baru terjadi pada saat kita masuk ke surga.
Wah 7:16-17 - “Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.’”.
Wah 21:4 - “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.’”.
Ini bukan hal yang aneh, karena selama kita hidup dalam dunia ini, kita belum dikuduskan secara sempurna, dan masih tetap berbuat dosa. Penghapusan total dari penyakit rohani (yaitu dosa), juga baru terjadi pada saat kita mati dan masuk ke surga.
Karena itu, bukan merupakan sesuatu yang aneh kalau seorang perempuan, sekalipun ia orang kristen, tetap mengalami rasa sakit pada waktu mengandung / melahirkan.
3.   Kalau Pdt. Yesaya Pariadji mempercayai bahwa kutuk sudah terangkat pada kayu salib, mengapa ia mengatakan ‘lebih-lebih bila disertai dengan diolesi minyak urapan dan menerima Perjamuan Kudus’? Jadi Pdt. Yesaya Pariadji menganggap bahwa pekerjaan yang Yesus lakukan di kayu salib itu kurang mujarab / tidak cukup, sehingga harus ditambahi dengan minyak urapan dan Perjamuan Kudus! Begitu hebatnya ia menekankan minyak urapan dan Perjamuan Kudus sehingga penebusan Kristuspun harus ditambahi dengan minyak urapan dan Perjamuan Kudus! Terkutuklah orang yang menganggap bahwa pekerjaan Yesus tidak cukup sehingga harus ditambahi lagi dengan apapun! Ingat bahwa Yesus berkata ‘Sudah selesai’ (Yoh 19:30).
h)   Ia menganggap dirinya mempunyai ‘roh martir’ sehingga dipilih untuk melihat dan menyaksikan tingkat-tingkat sorga.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Dalam Majalah Tiberias edisi ke 5 ini akan saya sampaikan bagaimana saya langsung dites oleh Allah, yaitu bahwa saya mempunyai roh martir, yang mau berkorban nyawa untuk orang lain, mau berkorban nyawa untuk sesama, sehingga saya dipilih Tuhan Yesus untuk menyampaikan tentang tingkat-tingkat Kerajaan Sorga. Jadi syarat-syarat untuk dipilih menyaksikan dan menyampaikan tentang tingkat-tingkat Kerajaan Sorga, sudah diatur dari Kerajaan Sorga, yaitu kepada mereka yang mempunyai roh martir” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / Tahun II, hal 10.
Tanggapan saya:
1.   Adalah omong kosong kalau Tuhan memilih Pdt. Yesaya Pariadji untuk menyaksikan dan memberitakan tentang tingkat-tingkat Kerajaan Surga karena ia mempunyai ‘roh martir’. Mengapa? Karena Tuhan tidak pernah memilih kita karena kita memenuhi syarat-syarat tertentu.
a.   Dalam memilih Israel dan memberikan  tanah Kanaan kepada mereka, Allah melakukannya bukan karena Israel adalah bangsa yang besar dan taat.
Ul 7:7 - “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu - bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?”.
Ul 9:4-6 - “Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila TUHAN, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah TUHAN membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu. Bukan karena jasa-jasamu atau karena kebenaran hatimuengkau masuk menduduki negeri mereka, tetapi karena kefasikan bangsa-bangsa itulah, TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu, dan supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!’”.
Catatan: kata ‘jasa-jasa’ diterjemahkan ‘righteousness’ (= kebenaran) dalam KJV/RSV/NIV/NASB.
Yeh 16:1-14 juga menunjukkan ketidak-layakan Israel pada waktu Allah mengambil mereka (baca sendiri bagian ini dalam Kitab Suci saudara).
b.   Dalam memilih seseorang untuk diselamatkan, Allah juga tidak tergantung kehidupan orang tersebut, tetapi hanya karena kehendakNya dan kasih karuniaNya saja.
Ro 9:11-13,15-16,18 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ ... (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. ... (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.
c.   Dalam memilih seseorang untuk menjadi pelayanNya, Allah juga tidak melakukannya berdasarkan kelayakan orang tersebut, karena pemilihan itu sudah dilakukanNya sebelum orang itu dilahirkan.
Gal 1:15-16 - “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”.
Yer 1:4-5 - “Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: ‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.
Kalau Ia mau memilih kita untuk tugas tertentu, maka Ia yang akan membentuk kita, sehingga kita memenuhi syarat untuk tugas itu!
2.   Kalau karena Pdt. Yesaya Pariadji memiliki ‘roh martir’, yang ia gambarkan sebagai kerelaan untuk berkorban bagi orang-orang lain, maka ia dipilih untuk menyaksikan dan memberitakan Kerajaan Surga, maka adalah aneh kalau rasul Paulus, yang juga rela berkorban bagi orang-orang lain, hanya boleh menyaksikan surga, tetapi tidak boleh memberitakan apa yang ia saksikan.
·        Bahwa Paulus rela berkorban untuk orang-orang lain terlihat dari Ro 9:3 - “Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani”.
·        Bahwa Paulus melihat surga / diangkat ke surga tetapi tidak boleh memberitakannya terlihat dari 2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
Karena itu Paulus tidak pernah memberitakan kata-kata apa yang ia dengar tersebut.
Catatan: Bahwa yang Paulus maksudkan dengan ‘seorang kristen’ itu adalah dirinya sendiri, terlihat dari kata-katanya dalam 2Kor 12:7 - “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, ...”.
i)    Ia menulis surat di atas kertas bermeterai kepada Tuhan Yesus yang berisikan janji setia antara suami dan istri, dan janji untuk tidak menikah lagi sekalipun pasangannya mati.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Saya berdoa bersama istri dengan suatu komitmen untuk membentuk suatu keluarga yang kudus, berjanji saling setia sampai selama-lamanya, berjanji saling mengampuni dan saling mengasihi, menjaga apa yang disebut kasih mula-mula. Dengan disaksikan oleh anak-anak, dengan kertas bermeterai kami menulis surat kepada Tuhan Yesus: Di dalam nama Tuhan Yesus, bila saya sebagai suami berzinah sekali saja, saya tidak layak melewati pintu Sorga. Saya akan terlempar ke neraka. Demikian juga komitmen istri saya. Bila salah satu dari kami dipanggil Tuhan lebih dulu, kami tetap saling setia, kami ingin membentuk suatu keluarga yang kudus, yang berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi I / Tahun I, hal 8.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Surat Pernyataan Membentuk suatu keluarga yang kudus.
Di dalam nama Tuhan Yesus yang bertahta di Sorga,
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami:
Pertama: Pariadji, sebagai seorang suami
Kedua: Etty Darniaty, sebagai seorang istri
Dengan surat ini kami membuat suatu pernyataan dan komitmen:
Kami berjanji untuk membentuk suatu perkawinan yang kudus, keluarga yang kudus, dengan tujuan untuk berkumpul di bumi dan di Sorga,
Saya, Pariadji, sebagai seorang suami, berjanji akan menjadi suami yang kudus, yang setia selama-lamanya, yang mengasihi istri selama-lamanya.
Saya, Etty Darniaty, sebagai seorang istri, berjanji akan menjadi seorang istri yang setia selama-lamanya, yang mengasihi suami sampai selama-lamanya.
Kami sebagai suami-istri berjanji, akan saling mengasihi, saling mengampuni, saling setia, saling menjaga kasih mula-mula.
Kami menolak segala percekcokan, kami menolak roh-roh perceraian.
Kami berjanji saling sabar, saling memberkati dan saling menyelamatkan.
Saya, Pariadji, sebagai seorang suami harus menjadi teladan dalam rumah tangga, hidup yang suci, yang kudus, tidak cemar, tidak berzinah.
Di dalam nama Tuhan Yesus, sebagai seorang suami yang kudus, tidak akan berzinah, bila berzinah sekali saja tidak layak untuk melewati pintu Sorga, bila berzinah sekali saja, saya akan dilempar ke neraka.
Etty Darniaty sebagai seorang istri juga berjanji yang sama, Akan hidup yang kudus, yang setia, Dan selalu hormat kepada suami, Dengan pola membentuk perkawinan yang kudus, yang kekal:
Pariadji, sebagai seorang suami, bila dipanggil Tuhan lebih dulu
istri berjanji tidak akan menikah kembali
Sebaliknya, bila istri dipanggil Tuhan terlebih dahulu, Suami juga tidak akan menikah kembali.
Kami selalu berdoa agar kami, suami-istri, akan selalu berkumpul di bumi dan akan berkumpul di Sorga. Agar keluarga kami, anak-anak kami akan berkumpul di bumi, akan berkumpul di Sorga.
Kami selalu berdoa agar kami, suami-istri dan anak-anak, akan hidup kekal di Sorga, anak mempunyai rumah di Sorga,
Kami berdoa, kami mohon:
Allah kami, Tuhan Yesus Kristus Yang Empunya Kerajaan Sorga
Memeteraikan permohonan kami.
Yang membuat pernyataan:
Suami : Pariadji
Istri : Etty Darniaty
Anak-anak      : Andira, Aristo, Argo, Arseto” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 38.
Dasar Kitab Suci yang ia pakai adalah Mat 16:19 - “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.’”, padahal kontext ayat ini berbicara tentang keselamatan dari orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus, bukan tentang pernikahan / hubungan suami-istri.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Penutup di dalam kitab Wahyu, Tuhan Yesus memperingatkan dengan keras, bahwa dosa yang terbesar adalah bila seorang suami kehilangan kasih mula-mula kepada istrinya. Sebaliknya, bila seorang istri kehilangan kasih mula-mula kepada suaminya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 36.
Tanggapan saya:
1.   Pdt. Yesaya Pariadji ini rupa-rupanya tidak pernah membaca kata-kata Yesus dalam Mat 22:23-33, khususnya ay 30nya yang berbunyi: “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga”.
Karena itu tekadnya untuk ‘membentuk suatu perkawinan yang kudus, keluarga yang kudus, dengan tujuan untuk berkumpul di bumi dan di Sorga’, merupakan sesuatu yang bertentangan dengan Mat 22:30 itu, dan karena itu, tidak mungkin bisa terjadi.
2.   Pdt. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa kalau ia berzinah sekali saja, ia tidak layak masuk surga. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah:
·        apakah kalau ia tidak jatuh dalam perzinahan ia layak masuk surga? Semua orang yang masuk surga sebetulnya tidak layak masuk surga, dan hanya bisa masuk surga karena penebusan oleh Yesus Kristus.
·        apakah ia tidak pernah jatuh dalam perzinahan dalam hati (bdk. Mat 5:28).
·        apakah Daud, yang pernah jatuh dalam perzinahan, tidak masuk surga? Hampir semua tokoh-tokoh Perjanjian Lama melakukan polygamy, dan itu sebetulnya merupakan perzinahan (Ro 7:2-3). Jadi mereka semua tidak masuk surga?
3.   Saya tidak mengerti ayat mana yang ia maksudkan dalam penutup kitab Wahyu yang berisikan peringatan keras dari Tuhan Yesus, yang menyatakan bahwa dosa terbesar adalah kalau seseorang kehilangan kasih yang semula kepada pasangannya.
4.   Saya berpendapat bahwa ‘kasih yang semula’ dalam Kitab Suci (Wah 2:4) tidak menunjuk pada kasih antara suami dengan istri, ataupun manusia dengan manusia, tetapi menunjuk pada kasih orang kristen kepada Tuhan.
j)    Ia menganggap jemaat Laodikia sebagai tingkat jemaat yang tertinggi.
Pdt. Drs. Yesaya Pariadji“Jemaat Laodikia adalah tingkat jemaat yang tertinggi, jemaat yang akan diundang pesta Perjamuan Kudus di Kerajaan Sorga, mengitari tahta Allah. Juga Anda semua, jemaat GBI Tiberias dipersiapkan untuk menjadi jemaat pada tingkat seperti jemaat di Laodikia. ... Tuhan Yesus berkata di dalam Wahyu 3:19-20, kepada jemaat di Laodikia, demikian:  ‘Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku’.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi IV / Tahun II, hal 32.
Tanggapan saya:
1.   Inikah perkataan dari orang yang diajar langsung oleh Yesus sendiri? Ia menganggap jemaat Laodikia sebagai jemaat yang tertinggi, dan yang akan diundang ke pesta Perjamuan Kudus di surga. Ini ia dasarkan pada Wah 3:20, padahal Wah 3:20 itu menunjukkan bahwa jemaat Laodikia itu hanyalah orang kristen KTP sehingga Yesus mengetok pintu hati mereka, dan Ia ingin mereka menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
2.   Kata-kata ‘Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku’ menunjukkan persekutuan antara Yesus dengan mereka, kalau mereka mau menerima Dia. Kata-kata itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Perjamuan Kudus di surga, karena kalau diartikan seperti itu seluruh kontextnya menjadi kacau balau.
3.   Semua penafsir beranggapan bahwa dari 7 jemaat / gereja dalam Wah 2-3, jemaat / gereja Laodikia justru adalah gereja yang paling brengsek.
Bahwa jemaat Laodikia brengsek, selain terlihat dari Wah 3:20, yang menunjukkan bahwa mereka hanyalah orang kristen KTP, juga terlihat dari tidak adanya pujian kepada mereka, dan sebaliknya ada yang ada adalah teguran yang disertai ancaman keras dari Yesus kepada mereka dalam Wah 3:15-16 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu.
Akhirnya ancaman dalam Wah 3:14-15 ini menjadi kenyataan, dan ini terlihat dari 2 kutipan di bawah ini:
·        John Stott“Whether or not the Laodicean church heeded this warning we cannot say. Certainly the city, once prosperous and complacent, is now a miserable waste. ‘Nothing can exceed the desolation and melancholy appearance of the site of Laodicea’, says a recent traveller ... Archbishop Trench vividly portrays the scene: ‘All has perished now. He who removed the candlestick of Ephesus, has rejected Laodicea out of His mouth. The fragments of aqueducts and theatres spread over a vast extent of country tell of the former magnificence of this city; but of this once famous church nothing survives’” (= Apakah gereja Laodikia memperhatikan peringatan ini atau tidak, kita tidak bisa mengatakan. Yang jelas kota yang dahulu pernah makmur dan puas dengan diri sendiri ini, sekarang merupakan reruntuhan yang menyedihkan. ‘Tidak ada yang melebihi penampilan yang sunyi dan sedih dari peninggalan Laodikia’, kata seorang pelancong baru-baru ini ... Uskup besar Trench menggambarkan pemandangan itu secara hidup: ‘Sekarang semua telah binasa. Ia yang mengambil kaki dian dari Efesus, telah memuntahkan LaKodikia dari mulutNya. Fragmen / pecahan-pecahan dari saluran-saluran air dan teater-teater tersebar di daerah yang luas menceritakan tentang kemegahan kota ini dahulu, tetapi tentang gereja yang pernah termasyhur ini, tidak ada apapun yang tertinggal’) - hal 120.
·        Pulpit Commentary“The importance of this Church continued for some time, the celebrated Council of Laodicea being held there in A.D. 361, and a century later its bishop held a prominent position (Labbe, iv. p. 82, etc.). But its influence gradually waned, and the Turks pressed hardly upon it; so that at the present time it is little more than a heap of ruins. The warnings of the Apostles SS. Paul and John, if heeded at all for a time, were forgotten, and her candlestick was removed” [= Gereja ini tetap penting untuk waktu tertentu, dan ini ditunjukkan dengan penyelenggaraan Sidang gereja Laodikia di sini pada tahun 361 M., dan satu abad setelahnya uskup dari Laodikia memegang posisi yang menonjol (Labbe, iv. hal 82, dst.). Tetapi pengaruh gereja ini perlahan-lahan menyusut, dan orang-orang Turki menekannya dengan keras, sehingga pada saat ini itu hanya sedikit lebih dari setumpuk reruntuhan. Peringatan-peringatan dari rasul-rasul Paulus dan Yohanes, jika diperhatikan untuk sementara waktu, akhirnya dilupakan, dan kaki diannya disingkirkan] - hal 114.
Betul-betul ‘hebat’ bahwa Pdt. Yesaya Pariadji menginginkan dan mempersiapkan jemaatnya (GBI Tiberias) untuk menjadi seperti jemaat Laodikia!

Kesimpulan:

Dari semua ini (padahal saya mengetahui ajaran Pdt. Yesaya Pariadji hanya melalui 6 buah majalahnya), sudah terlihat dengan sangat jelas kesesatan dari Pdt. Yesaya Pariadji. Ia bukan hamba Tuhan / nabi asli, tetapi nabi palsu!

-AMIN-